Ungkap Fakta Hasil Ajaran Falun Gong di Indonesia Telah Menyimpang Jauh Keranah Politik Global

SuaraMabes, Jakarta – Perkumpulan Falun Gong atau Falun Dafa adalah tidak lebih dari sebuah perkumpulan orang-orang dengan aktivitas murni latihan-latihan untuk mengolah raga, jiwa, spiritual dan tidak ada hubungannya dengan politik, serta perkumpulan tersebut bukanlah agama karena tidak mengadakan ritual atau aktivitas seperti yang di gunakan dalam agama.

Tim Media Suara Mabes menduga adanya penyimpangan yang diikuti simpatisannya di Indonesia dalam ajaran Falun Gong atau Falun Dafa disaat kondisi dimana persaingan ekonomi dunia sedang memanas antara Tiongkok dengan Amerika Serikat bersama Negara- Negara kroninya.

Indikasi Grand Design Global dimana dalam prakteknya, terdapat fakta bahwa aktivitas Perkumpulan tidak lagi murni mengolah raga, jiwa, spiritual, melainkan banyak fokus kepada masalah politik dalam negeri Tiongkok dan soal Hak Asasi Manusia (HAM), itupun hanya terkait demo aksi dengan pemerintah Tiongkok saja, adanya beberapa fakta-faktanya aksi demo simpatisan Falun Gong yang digelar terjadi di berbagai kota besar di Indonesia dapat dilihat antara lain sebagai berikut :

Pertama pada tanggal 3 Maret 2002 : Pawai di Bundaran Hotel Indonesia-Silang Monas, namun pawai tersebut di bubarkan oleh Aparat Kepolisian, dengan alasan mengantisipasi gangguan keamanan dan ketertiban.

Kedua pada tanggal 5 September 2004 : Aksi Unjuk Rasa di Pantai Kuta Bali, dalam bentuk aksi meditasi.

Ketiga pada tanggal 25 April 2005 : Aksi Unjuk Rasa di depan RRC Jakarta Selatan, namun aksi ini dibubarkan paksa oleh Kepolisian Resort Jakarta Selatan dan melakukan penangkapan terhadap sekitar 10 orang aktivis dalam kegiatan tersebut Hok Subagio, Amelia, Tan Yiauw Siong, Roby, Fajar, Subur, Bahtiar, Yun How, Raymon, karena dianggap mengganggu ketertiban umum.

Keempat pada tanggal 7 April 2007 : Aksi di lapangan Simpang Lima Semarang, menggelar pawai keprihatinan atas penindasan Pemerintah Tiongkok terhadap pengikut Falun Gong, namun aksi ini dibubarkan oleh pihak Kepolisian, Penanggung jawab aksi ini: Sdr. Hok Subagio.

Baca Juga :  Presiden Jokowi Pantau Percepatan Vaksinasi kabupaten madiun secara virtual

Kelima pada tanggal 11 September 2008 : Unjuk rasa di Kedutaan RRC, Mega Kuningan Jakarta Selatan.

Keenam pada tanggal 7 Mei 2011 : Aksi pawai di Jalan Sedap Malam Surabaya, yang dilakukan oleh ratusan orang, yang rencananya akan melakukan pawai di sejumlah jalan utama, disertai barisan pawai yang terdiri dari marching band, gendering, pembawa bendera dan spanduk, namun pawai tersebut dibubarkan secara paksa oleh aparat Kepolisian.

Ketujuh pada tanggal 20 Juli 2013 : Unjuk rasa di depan Kedutaan RRC Jalan Lingkar Mega Kuningan, Setia Budi Jakarta Selatan.

Kedelapan pada tanggal 18 Juli 2020 : Aksi peringatan 21 tahun penganiayaan terhadap rekan praktisi mereka di daratan Tiongkok, tema besarnya “TOLAK PARTAI KOMUNIS TIONGKOK”.

Kesembilan pada tanggal 24 April 2021 : Aksi mengenang peristiwa di Zhongnanhai Beijing, di depan Kedutaan Tiongkok, Jakarta Selatan.

Adapun dari beberapa rentetan peristiwa aksi demo itu merupakan bukti nyata ataupun fakta-faktanya yang telah menguatkan adanya dugaan terkait Grand Design dibalik layar dalam persaingan ekonomi Global.

Sehingga banyak menimbulkan pertanyaan besar dikalangan masyarakat tentang ajaran Falun Gong di Indonesia yang sudah semakin menyimpang jauh keranah politik Global.

Mengapa Falun Gong dan simpatisannya di Indonesia hanya fokus demonstrasi terhadap Tiongkok saja, sedangkan terhadap negara-negara lain yang melakukan pembantaian atau pun kejahatan kemanusiaan seperti dilakukan Israel terhadap Palestina justru tidak ada aksi demo kemanusian yang dilakukan para pengikut maupun simpatisan Falun Gong atau Falun Dafa di Indonesia.

“Maka dari rentetan beberapa aksi demo tersebut sudah jelas-jelas menyimpang dari dalam ajaran Falun Gong dalam buku “Zhuan Falun (Li Hongzhi) halaman 392-393 yang disebutkan bahwa keharusan XIULIAN yakni harus dapat menahan penderitaan dari segala penderitaan dan harus memiliki hati yang maha sabar, ketika dipukul, di caci maki tidak membalas harus sabar, karena peristiwa apapun yang dialami tidak akan diletakan kedalam hati sehingga mencapai tingkat Arhat. (Tim)

Baca Juga :  Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Agus Fatoni Terima Penghargaan Satyalancana Dari Presiden RI Untuk Yang Ketiga Kalinya

Comment