Tolak RKUHP dan Diskusi Publik oleh Kemenkominfo RI di Manado

MediaSuaraMabes, Manado – Selasa, 20 September 2022 di Hotel Four Point, Sario, Kota Manado, Kemenkominfo RI melangsungkan kegiatan Diskusi Publik RUU KUHPidana. Pada saat kegiatan berlangsung, masyarakat sipil melakukan aksi penolakan RKUHP dengan berdiri di tengah ruang kegiatan sambil membentangkan poster berisi #semuabisakena dan #tolakRKUHP.

Kominfo sebagai penyelenggara mengklaim bahwa kegiatan itu untuk menampung aspirasi publik atas RKUHP. Akan tetapi, LBH Manado menilai, kegiatan yang berlangsung selama 3 jam itu jauh dari prinsip partisipasi yang bermakna. Kehadiran tiga orang narasumber dari UI, Universitas Negeri Semarang, dan Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi menunjukan upaya pemerintah untuk melegitimasi RKUHP secara akademis.

Peserta yang diundang dalam diskusi publik juga tidak partisipatif. Sebanyak lebih dari 150 daftar undangan dimana hampir 70% merupakan perwakilan pemerintah dan aparat penegak hukum, sedangkan partisipasi masyarakat sipil sebagai perwakilan publik sangat minim.

LBH Manado juga menilai kegiatan itu formalistik belaka dan tidak membuka partisipasi yang bermakna. Bagaimana ratusan peserta dapat memberi pendapat dalam dialog yang hanya dilangsungkan selama satu jam? Bahkan, beberapa peserta yang mengangkat tangan dan ingin mengajukan tanggapan dan pertanyaan tidak direspon oleh panitia.

Sebagai bentuk penolakan terhadap diskusi publik tersebut, pada akhir sesi acara sejumlah masyarakat sipil berdiri di tengah ruang diskusi sambil mengangkat poster-poster bertuliskan #SemuaBisaKena dan #tolakRKUHP. Selain itu, LBH Manado juga mencoret nama dari Absensi peserta kegiatan dan menyatakan WalkOut.

LBH Manado sendiri menilai RUU KUHPidana bermasalah dan pembuatannya tidak partisipatif dengan alasan-alasan sebagai berikut:
Pertama, pasal 218 terkait dengan penghinaan terhadap harkat dan martabat Presiden adalah pasal yang akan membahayakan Demokrasi dan dalam setiap kritik kepada Presiden dalam penjelasan pasal 218 harus sebisa mungkin memberikan solusi. Apabila jika harus mengkritik dan disertai solusi, lantas apa yang menjadi kerja Pemerintah;
Kedua, pasal 256 tentang unjuk rasa dan demonstrasi hal ini seharusnya tidak perlu diatur dalam RKUHPidana karena makna pasal ini sudah diatur dalam UU No. 9/1998 dan terkait dengan tidak memberikan pemberitahuan kepada APH cukup dibubarkan bukan malah pidana sebagaimana yang diatur dalam RKUHPidana;
Ketiga, pasal yang mengatur tentang pidana mati menunjukan Indonesia jauh dari penghormatan dan pemenuhan terhadap HAM sebab beberapa negara yang sudah mendeklarasi HAM sudah tidak menerapkan pidana mati;
Keempat, pasal tentang penggelandangan juga tidak perlu dimasukan dalam RKUHPidana dan diberikan pidana bahkan sanksi berupa denda, karna mereka adalah kelompok rentan dan tidak memiliki penghasilan tetap.
Kelima, partisipasi yang bermakna (meaningful participation) adalah hak masyarakat untuk didengar pendapatnya dan dipertimbangkan pendapatnya.

Baca Juga :  DPC Gerindra Pesisir Barat Harap Rekrutmen PPK Netral dan Obyektif

Maka berdasarkan tanggapan-tanggapan yang telah di tolak dan uraikan diatas, kami menunut:
1. Menolak RUU KUHPidana yang tidak memberikan ruang partisipasi seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat;
2. Menerima seluruh pasal yang dianggap krusial dan tidak hanya melihat kepada 19 pasal krusial;

Manado, 20 September 2022

Narahubung: 0812-4429-1379 (Henly)

(Kiflypolapa)

Comment