MediaSuaraMabes, Jakarta – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah bentuk hubungan yang abusive di dalam rumah tangga. Kebetulan saya Jurnalis Pusat Media Suara Mabes (MSM), merupakan anggota (umat Paroki ) Servatius Gereja Kampung Sawah Bekasi,memiliki kewajiban moril untuk publikasi event penting di Gereja ini.
Definisi KDRT dijelaskan melalui Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam undang-undang tersebut tertulis, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Ini artinya, KDRT tidak hanya identik dengan kekerasan secara fisik, tetapi juga bentuk-bentuk pelecehan lainnya yang merugikan korban. Adapun korban dan pelakunya bisa siapapun, yaitu suami, istri, anak, atau orang-orang yang mempunyai hubungan dengan orang tersebut di dalam rumah yang sama.
Umumnya, KDRT dilakukan oleh pelaku dengan satu tujuan, yaitu mendominasi dan mengontrol korban. Seorang pelaku kekerasan menggunakan rasa takut, bersalah, malu, dan intimidasi untuk membuat korban tetap berada di bawah kontrolnya dan agar sulit lepas dari jerat hubungan abusive tersebut.
Demikian Talkshow Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diselengarakan oleh Seksi keadilan dan Perdamaian Sub seksi Keadilan dan kesetaraan gender gereja Katolik Kampung sawah Santo Servatius Kota Bekasi, yang diselenggarakan Sabtu , 14 Desember 2024 di Aula Gereja Katolik Santo Servatius Paroki K pertama adalah :
1. Romo Marthen L.P. Jenarut, S.Fil, SH, MH – Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau dan Pastoral Hukum dalam Gereja
Dalam paparannya Romo (Rm) Marthen Jenarut mengatakan bahwa Latar belakang Pandangan Pastoral Terhadap Kekerasan dalam rumah tangga :
1. Kekekeran dalam rumah tangga menjadi keprihatinan pastoral. jumlah kasus semakin banyak dan kasus KDRT menjadi salah satu alasan terjadinya perceraian dan atau anulasi perkawinan.
2.perkawinan. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kondisi yang serius mengganggu/merusak eksistensi keluarga sebagai Ecclesio domestica (gereja domestic ) dalam kontek Perkawinan katolik.
3.Kekerasan dalam rumah tangga selain merupakan perbuatan melawan hukum juga menjadi sebuah kejahatan moral /moralitas perkawinan
Batasan tentang kekerasan menurut Romo
Pasal 1 UU KDRT ……….” Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama Perempuan,,yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik,seksual,psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman melakukan perbuatan,pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”
Kejahatan dalam perkawinan : perkawinan paksa,lanjut Romo diatur dalam Pasal 10 UU TPPKS(Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Perkawinanan paksa, memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain atau kekuasaanya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain.
Yang dikategorikan dengan perkawinan paksa : 1).Perkawinan anak.2) Pemaksaaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktek budaya dan 3)Pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku
Nampak KDRT: Cacat fisik,,Frustrasi, cacat mental, marah, sedih dan rasa malu, Konsep diri berubah, Kehilangan motivasi dan perasaan berharga, Kesengsaraam,Pisah-cerai, anulasi(pembatalan Perkawinan) .
Pihak yang menjadi korban ujar romo ialah anak (laki,Perempuan),Perempuan dewasa,yang tua-cacat, dan laki – laki dewaaa.
Tanda-tanda potensial kekerasan,
1. Pencemburu? Penuntut? Melarang berhubungan dengan orang lain? Mudah marah dan kasar
2. Adiksi obat atau minuman keras
3. Menyalahkan orang lain atas tindakannya
4. Yakini peran gender yang kaku dan membatasi/merendahkan perempuan
5. rang-orang yang peduli disekitar kita nyatakan kekhawatir
Menurut Romo dalam paparannya,akar masalah berawal dari :1) Sistem Sosio cultur ; Perempuan menjadi subordinasi dari kaum laki-laki,2) . Gagal memanage kebersamaan
Adapan pemicu utama KDRT itu kata romo Martin ialah masalah keuangan, Keluarga besar, Anak bermasalah dan seksualitas serta Kesetiaan
Moralitas Perkawinan.
Perkawinan sebagai sebuah perjanjian Kanon 1055 : kata romo Martin Marthen L.P. Jenarut, S.Fil, SH, MH – Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau dan Pastoral Hukum dalam Gereja
1.Perjanjian perkawinan(foedus) perkawinan,dengannya seorang laki-laki dan seorang Perempuan membentuk antara mereka Persekutuan(consortium) Seluruh hidup,yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami istri(bonum coniugum) serta kelahiran dan Pendidikan anak ,antara orang-orang yang dibabtis,oleh kristus tuhan diangkat ke martabat sakramen.
2. Karena itu antara orang-orang yang dibabtis,tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen
Ensile Humanae vittae(latin)yang berarti mengenai Kehidupan manusia
Perkawinan adalah Lembaga yang ditetapkan secara bijaksana oleh Allah pencipta untuk mewujudkan rencana kasih- NYA bagi umat manusia.Melalui penyerahan diri timbal balik yang khas,personal dan esklusip.suami isteri membentuk Persekutuan hidup untuk saling membantu mencapai kesempurnaan pribadi,serta untuk bekerjasama dengan Allah dalam menciptakan generasi baru dan mendidiknya,
Canon 1096 junto 1061
Hubungan seksual harus dilakukan dengan penuh kesadaran,kemauan,kebebasan, serta dengan cara-cara normal manusiawi .Karena itu melakukan hubungan seksual secara paksa dan ancaman meskipun dengan pasangannya sendiri,merupakan suatu pemerkosaan dan tindak kekerasan,karena memberangus kemauan dan kebebasan pasangan.Termasuk mendapatkan keturunan melalui rekayasa genetika,seperti bayi tabung/cloning dianggap bertentangan dengan moralitas kristiani.
KDRT versus konflik keluarga
-KDRT : Ada relasi kuasa • Berulang ,Tidak ada diskusi yang setara, Luapan emosi yang dilakukan berulang sebagai upaya untuk mengontrol pihak lain
– Konflik keluarga : • Situasional • Ada diskusi yang setara → Luapan emosi yang tidak terkontrol tapi segera disadari dan diupayakan cara untuk menyelesaikan masalah yang ada
Nara sumber kedua ialah : Ratna Batara Munti – Direktur LBH APIK Jawa Barat
Paparannya bertema : “Urgency UU PKDRT dan Peran LBH APIK Jawa Barat dalam penanganan kasus KDRT”
Urgensi UU PKDRT ujar Ratna ialah : Fenomena gunung es, Isu privat/aib, Minim dukungan, Gugat Cerai tinggi,
Aturan Hukum terbatas ,Blaming the victim ( menyalahkan korban )
Menurut Ratna Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Lingkup Rumah tangga,ujar Ratna meliputi
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf (a) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
-Bentuk –bentuk KDRT lanjut Ratna meliputi fisik, eksual dan Penelantaran Rumah Tanga
SIKLUS KDRT sambungnya lagi KDRT terus terjadi bila tidak ada intervensi dan bantuan dari pihak keluarga, masyarakat serta pihak-pihak yang berwenang
Perempuan korban KDRT sulit melaporkan KDRT dan tidak mendapatkan bantuan karena adanya SIKLUS KDRT. Korban juga mencabut laporan karena adanya dilema dan ketergantungan secara ekonomi dan psikis.
Dia memberi Contoh sanksi pidana: pasal 44 kekerasan fisik
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap
isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan seharihari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
Bagaimana melaporkan KDRT ? Tanya Ratna, dijawab sendiri: Korban dapat melaporkan KDRT secara langsung kepada kepolisian di tempat korban berada atau di tempat kejadian perkara(TKP)
Bagaimana jika korban itu adalah anak? tanyanya lagi, lalu dijawab lagi Orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan dapat melaporkan KDRT
UU PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 : Diskriminatif terhadap perempuan yaitu dengan :
1. Menjalankan dua system peradilan umum untuk non muslim dan peradilan agama/ Syariah untuk muslim dengan semua konsekwens dari semua penafsiran Patriarkhis Quran dan Hadist
2. MengadopsiI Stereotip dan pembagian kerja gender (Gender Rrole) (pasal31 dan 34)
3. Hak untuk Poligami bagi suami meski harus ada ijin pengadilan dan persetujuan istri serta ijin atasan jika PNS dan TNI/Polri.
Ratna melanjutkan bahwa Acuan Perempuan adalah
1. RatifikasiI CEDAW (konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi dan
2. konvensi-konvensi Interhasional lainnya.
3. UU PKDRT N0.23 TAHUN 2004Konstitusi 1945 serta UU HAM lainnya.
Menjadi Kewajiban Pemerintah lanjut Ratna ialah :
1. Merumuskan kebijakan penghapusan KDRT
2. Komunikasi, informasi dan edukasi ttg KDRT
Selanjutnya kata dia Kewajiban masyarakat adalah :Setiap orang melihat,mendengar atau yang mengetahui terjadinya KDRT,wajib melakukan upaya-upaya sebatas kemapuannya untuk :
1.mencegah berlangsungnya tindak pidana.
2.Memberikan perlindungan kepada korban
3. Memberikan pertolongan darurat
4.Membantu proses pengajuan permohonan Perintah Perlindungan
Advokasi kebijakan oleh assosiasi LBH APIK Indonesia di tingkat Nasional,
REVISI KUHAP, REVISI UU PERKAWINAN, RUU PENGADILAN KELUARGA, DRAFT SOP,IMPLEMENTASI UU PKDRT, RENCANA AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN KDR
Peserta Talksow terdiri dari
1. Perwakilan WKRI(Wanita Katolik Republik Indonesia) Paroki dan Dekenat Bekasi.
2. Utusan/perwakilan Seksi Kerasulan Keluarga
3. Pendamping Panti Asuhan
4. Pendidik.
5. OMK/Mahasiswa
6. Utusan lingkungan /Wilayah (pendamping BIA BIR)
7. Jejaring Lintas Iman Gereja Kampung Sawah
Seminar ini dimoderatori oleh Martha Hebi – Aktivis Perempuan dan sebagai Penulis. (Ring-o)

Bergabung di Media Suara Mabes (MSM) sejak tanggal 7 April 2023 Sebagai Jurnalis Pusat.
Email : siringo.ringo@suaraMabes.com
Comment