MediaSuaraMabes, Nunukan – Pembangunan pengaman pantai Tanjung Aru berupa pemecah gelombang atau breakwater di Kabupaten Nunukan, Kecamatan Sebatik Timur, senilai Rp. 20,2 Miliar yang bersumber APBN 2021, mendapat sorotan dari masyarakat setempat, pasalnya aktivitas pembangunan proyek terhenti sementara pekerjaan belum tuntas.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan V, Parlindungan Simanjuntak menegaskan proyek pekerjaan dimaksud hingga saat ini belum selesai dikerjakan.
Hal itu dikarenakan ada sejumlah perubahan terkait pembangunan breakwater yang harus menyesuaikan dengan kondisi dilapangan.
Selain itu, beberapa titik tempat pembangunan berada di lokasi yang berlumpur.
“Kami telah melaporkan kepada Pembina kami di pusat, ini untuk mendapatkan persetujuan justifikasi teknis, persetujuan itu yang mengeluarkan setingkat Dirjen, dimana harus disesuaikan.Karena yang ditangani kementerian ada 34 provinsi, itu akan memakan waktu” ujar Parlindungan, saat ditemui di ruang kerjanya, pada Senin 27/09, kemarin.
Dia menambahkan, selain waktu pelaksanaan kegiatan yang belum berakhir, besar kemungkinan akan ada perpanjangan waktu pelaksanaan pembangunan pemecah gelombang dimaksud.
Parlindungan juga mengkonfirmasi sejumlah alat berat yang sudah tidak berada di lokasi kegiatan.
“Alat-alat itu kan disewa, jadi pada saat belum ada kepastian progres pekerjaan maka dikembalikan sementara untuk menghindari biaya sewa atau digunakan ditempat lain oleh pemilik,” jelasnya.
Lebih lanjut, Parlindungan menyatakan apresiasinya kepada masyarakat sekitar pantai Tanjung Aru, yang telah memberikan dukungan terhadap pekerjaan dimaksud.
“Terima kasih masyarakat melakukan monitoring agar proyek ini berjalan sesuai peruntukannya, sinergi antara masyarakat dengan Kementerian PUPR akan sangat bermanfaat” katanya.
Terpisah, Doni, perwakilan PT. Fata Perdana Mandiri, kontraktor pelaksana kegiatan dimaksud menjelaskan penghentian sementara pekerjaan di lokasi proyek karena masih menunggu rekomendasi dari Kementerian PUPR.
Demikian pula dengan bergesernya lokasi pekerjaan dari yang awalnya kondisi tanahnya berpasir menjadi lokasi berlumpur, juga menjadi pemicu pekerjaan dihentikan sementara waktu.
“Itu juga atas permintaan masyarakat melalui pemerintah setempat, untuk digeser dimulai dari titik pekerjaan serupa yang dananya bersumber dari APBD beberapa tahun lalu, panjang bentangan yang awalnya 740 meter menjadi 550 meter,” sebut Doni, melalui sambungan telepon.
Dijelaskannya juga, akibat kondisi berlumpur dengan kedalaman mencapai 1 meter terjadi penyerapan volume pekerjaan ke dalam lumpur.
“Dimensinya jadi lebih besar, banyak batu yang terbenam hingga mengurangi jumlah segmen, mengurangi output, karena itu kita butuh rekomendasi dari Dirjen di Kementerian PUPR” jelas Doni.
Syafaruddin/Biro Nunukan

Redaksi Media Suara Mabes (MSM) sebagai editor Publisher Website
Comment