MediaSuaraMabes, Jepara — Monolog “Para Ruh” menjadi pengantar menuju pameran patung Meluar Batas oleh seniman patung Dwik Tunggak, dengan menampilkan budayawan Muhammad Iskak Wijaya. Acara di gelar di Waroeng Mas Jenggo di Desa Jinggotan kecamatan Kembang, Sabtu (01/01/2022).
Pematung Dwi Tunggak “Monolog ini sengaja ditampilkan lebih dulu sebelum pameran patung Dwik Tunggak”, ujar Didin Ardiansyah sebagai produser dan art director. “Antara keduanya saling berhubungan. Monolog mengisahkan dialog bersama antara manusia dengan karyanya, dalam hal ini diwakili oleh patung-patung itu. Patung-patung itu menjadi simbol peradaban yang abadi”, lanjutnya.
Didin Ardiyansyah, promotor dan sekaligus produser dari Gandrung Project Menurut Iskak Wijaya, monolog ini menceritakan para ruh yang ada khususnya di belantara patung-patung dan mewakili para leluhur mulia dari Jepara dan Indonesia menyampaikan cita-cita besar serta nuansa tantangan serta hambatan saat ini. “Para ruh disimbolisasikan oleh patung-patung yang dipahat Dwi Tunggak. Seolah para ruh hadir dari masa lalu sampai saat ini menyampaikan pesan dan nasehat bijaksana kepada pemuda generasi sekarang,” ujar Iskak Wijaya.
Kegiatan dihadiri dari pegiat budaya Dr. Muh Fakrihun Naam, S.Sn., M.Sn. dari Unnes Semarang, Ketua Dewan Kesenian Kustam Eko Jalu dan sejumlah pegiat budaya seperti Salim, Budi Karya, Brodin dan Burhan.
Monolog yang disajikan oleh M Iskak Wijaya, seorang budayawan Jepara ini, berjudul “Para Ruh,” menceritakan dialektika dan dialog imajiner antara manusia berhadapan dengan patung-patung yang dipahat oleh seniman patung Dwik Tunggak.
Sementara, pameran tunggal Dwik Tunggak akan dibuka pada Sabtu 8 Januari 2022 jam 8 malam, dan akan berlangsung selama bulan Januari. Ada sejumlah acara yang akan mengisi pameran patung Meluar Batas.
M. Iskak Wijaya dalam Monolog Para Ruh Pentas dan pameran ini dihelat oleh Gandrung Project di awal tahun sebagai pembukaan untuk salah satu pergerakan seni budaya. “Gerakan seni budaya di Jepara sangat aktif dan maju. Kita harus mendukung seni yang tumbuh di tengah kehidupan masyarakat. Seni bukan unsur sampingan atau bahkan tersier. Seni adalah nafas kehidupan itu sendiri. Tanpa seni, manusia hanyalah seonggok makhluk yang mengeras seperti batu”, ujar M Iskak Wijaya, pelaku monolog tersebut.
Dalam kerja bareng ini, Gandrung Project menggandeng komunitas rekan-rekan seniman muda dari berbagai minat, musik, teater, sastra, dll, termasuk juga dengan Kafe Mas Jenggo, Yayasan Kartini Indonesia, dan Yayasan Lingkar Limolasan Jepara. Kerja bareng ini diharapkan menjadi strategi untuk penguatan jaringan antar komunitas.
Dewan Kesenian Kostam Eko Jalu Ketua dewan kesenian daerah Jepara dalam sambutannya mengungkap apresiasinya atas kegiatan ini. “Ini merupakan pentas pembuka pagelaran seni 2022,” ujar Kustam Eka Jalu.
Sementara Hadi Priyanto mengungkap kolaborasi antara pelaku seni diharapkan mampu menjadi pemantik dan ciri perkembangan seni di Jepara.
Hadi Priyanto, Budayawan Jepara Didin Ardiyansyah, promotor dan sekaligus produser dari Gandrung Project mengungkapkan ruang kreatifitas perlu terus dibangun dan dikembangkan.
Dalam pentas monolog para ruh ini iskak Wijaya menyampaikan berbagai kritik terkait dengan persolan yang dihadapi oleh masyarakat, termasuk kesulitan para petani untuk mendapatkan pupuk walaupun sudah memiliki kartu tani karena itu perlu dilakukan pembenahan yang sungguh sungguh agar petani memperoleh haknya. Ada juga kritik tentang carut marut kehidupan politik dan juga ormas-ormas yang sering kali merasa lebih suci dari pada Tuhan.
Melalui monolog ini, Iskak berharap, akan menginspirasi para pemuda saat ini agar selalu aktif menggerakkan seni budaya di kabupaten Jepara, pungkasnya.
(Yusron)
![](https://www.suaramabes.com/wp-content/uploads/2023/08/logo-512.png)
Redaksi Media Suara Mabes (MSM) sebagai editor Publisher Website
Comment