MediaSuaraMabes, Nunukan – Usaha rumput laut di pulau Nunukan dari tahun ketahun terus meningkat, dan usaha ini telah membuka lapangan kerja bagi ribuan masyarakat Nunukan. Lapangan kerja dari usaha ini paling banyak merekrut pekerja di pengikatan rumput laut yang biasa masyarakat Kabupaten Nunukan menyebut “Pabettang”, diambil dari bahasa bugis yang artinya “Pengikat” rumput laut.
Usaha budidaya rumput laut dilakoni oleh mayoritas warga Kabupaten Nunukan asal keturunan dari Sulawesi Selatan yang bermukim di Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik.
Para Pabbettang ini terdiri dari puluhan kelompok, dimana dalam satu kelompok terdiri dari 30 – 50 orang. Dan setiap kelompok mereka mengangkat koordinator yang memfasilitasi anggota kelompok untuk melakukan komunikasi dengan para petani usaha rumput laut, kapan jadwal mereka melakukan kegiatan mengikat rumput laut di setiap petani rumput laut yang baru melakukan panen.
Petani setelah membudidayakan rumputnya paling lama 45 hari, kembali melakukan panen dengan mengangkat bentangan talinya dinaikkan diatas perahu, lalu diantar ketempat pondok yang masing-masing petani dirikan disepanjang pesisir pantai di pulau Nunukan dan Sebatik.
Untuk kelompok pabbettang sebagian besar digeluti oleh kalangan ibu-ibu, dan hanya beberapa orang saja dari pekerja laki-laki.
Dan bagi ibu-ibu banyak yang membawa anak-anaknya disaat libur sekolah untuk ikut membantu pekerjaan mengikat rumput laut. Apalagi saat masa pandemi Covid-19 yang telah berlangsung 1 tahun lebih ini, kebanyakan anak-anak mereka bawa setelah selesai mengerjakan pekerjaan sekolahnya yang dilakukan secara daring.
Seperti yang dilakukan Ika, Siswa kelas IV SDN 001 Nunukan Selatan, dia dengan penuh ceria membantu ibu dan bapakya melakukan pekerjaan mengikat rumput laut hampir setiap harinya jika ada permintaan.
“Ika yang bercita-cita menjadi seorang dokter kadang mampu mengikat 7 bentangan tali dalam seharinya, dan dirinya mengaku meminta uang jajan dari ibunya Rp 5 ribu perharinya,” kata Ika (5/9).
Demikian juga yang dilakukan oleh Onis, Siswa kelas VIII SMP Shinto Gabriel Nunukan Selatan, dia bersama adik dan kakaknya membantu tantenya juga melakukan pekerjaan ini untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Onis bercerita, minggu (5/9) ditempat kerjanya bahwa “orang tuanya bekerja diperkebunan kelapa sawit di wilayah Sandakan,Malaysia. Orang tuanya menitipkan mereka dengan tantenya sejak 6 tahun lalu. Dan setiap 6 bulan salah satu orang tuanya mengunjunginya, namun sudah hampir 2 tahun tidak bertemu kedua orang tuanya karena larangan keluar masuk wilayah Malaysia sejak pandemi ini,” ungkap Onis.
“Onis yang bercita-cinta ingin jadi tentara ini, melakukan pekerjaan ini dengan senang hati karena bisa membantu keluarganya dan juga bisa menabung untuk kebutuhannya kelak,” katanya.
Sementara Jumriati yang akrab di panggil “Mama Novi” selaku koordinator pabbentang mengatakan, “ bahwa usaha yang dilakukannya ini sejak 10 tahun lalu. Dulu anggota kelompoknya baru beberapa orang saja , namun beberapa tahun terakhir seiring semakin banyaknya petani rumput laut yang melakukan usaha budidaya rumput laut hingga anggotanya sekarang sudah berjumlah 50 orang,” katanya saat ditemui ditempat kerjanya dibilangan Jalan Lingkar Nunukan Selatan Minggu (5/9/2021).
“Dia (Mama Novi) yang dipercaya anggotanya sebagai koordinator hanya mengatur jadwal pekerjaan sesuai permintaan para petani rumput laut yang sudah menjadi langganan mereka selama ini. Dia akan menyampaikan kepada anggotanya dimana dan kapan mereka bekerja lagi,” katanya.
Ungkap Mama Novi, pekerjaan pabbetang ini harus teliti mengikatnya agar bibit itu tidak terlepas, dan harus cepat karena paling lama dua hari pekerjaan harus selesai, jika tidak bibit rumput laut bisa layu dan rusak. Jadi kami harus bekerja serius agar bisa selesai untuk segera diantar kelaut oleh masing-masing petani rumput laut.
Dia mengaku, “ tidak mendapatkan tambahan upah dari mengkoordiir anggota kelompoknya. Diriya juga bekerja bersama-sama anggotanya, dia paling mendapatkan pembeli pulsa sesekali jika cepat selesai pekerjaannya atau petani rumput laut langganannya lagi mendapatkan hasil bagus,” ungkapnya.
Jelas Novi, upah mabbentang ini pertalinya Rp 8 ribu, dan anggotanya bisa menyelesaikan maksimal 8 bentangan tali dalam sehari. Kalau yang muda bisa dapat 10 tali karena masih kuat tenaganya dan tahan duduk, karena pekerjaan yang diakoninya dilakukan dengan cara duduk sehari penuh. Paling kita istirahat jika mau makan dan sholat serta buang air.
“Yang beruntung jika anggotanya memilki anak atau keponakan, mereka terbantu karena tenaga anak-anak masih kuat hingga bisa mendapatkan hasil lebih banyak. Dan anggotanya paling banyak bisa mendapatkan setiap bulannya Rp 2 juta, itupun jika banyak permintaan,” jelasnya.
Dirinya berharap semoga petani rumput laut lancar hasil panennya dan harga rumput laut bisa bertahan diangka diatas Rp 13 ribuan, karena kalau tidak tentu upah yang akan mereka terima juga akan diturunkan oleh para petani rumput laut.
“Harapannya pada pemerintah, agar bisa menjaga harga rumput laut bisa terus di pertahankan dan normal dan kalau bisa terus naik agar pendapatan mereka untuk memenuhi hidup keluarga bisa terus membaik,” pintanya.
Dia juga bercerita, “bahwa pekerjaan ini bukanlah mudah, banyak diantara anggotanya yang sering terserang penyakit kulit, kadang hampir seluruh badan gatal hingga luka-luka. Tapi pekerjaan ini terus mereka lakoni sampai saat ini karena tak ada pilihan lain selain pekerjaan ini,” beber Mama Novi.
Menurutnya, selama pandemi ini, sepengetahuannya “ anggotanya belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dia berharap kepada pemerintah kiranya bisa membantu anggotanya yang belum mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dari BPJS Kesehatan. Dirinya juga mengaku bahwa dirinya dan keluarganya juga sampai saat ini belum memiliki KIS,” harap Mama Novi.
Syafaruddin/Biro Nunukan

Redaksi Media Suara Mabes (MSM) sebagai editor Publisher Website
Comment