Kasus Menantu Aniaya Mertua, Penyidik: Tersangka Jangan Sampai Kami Jemput Paksa

SuaraMabes, Jakarta – Kasus menantu aniaya mertua dengan tersangka Margareth Sihombing memasuki babak baru. Setelah baru baru ini  dua pengacara sekaligus saksi tersangka mundur dan mencabut kesaksiannya dalam BAP di Polda Metro Jaya, kini penyidik Polsek Menteng, tengah mencari keberadaan tersangka Margareth yang sejak beberapa waktu lalu menghilang dari kediaman orangtuanya di Bekasi.

Kanit Reskrim Polsek Menteng AKP Eka Paksi Saputra  melalui Katim 2, Wawan, pihaknya beberapa hari lalu sudah menjambangi rumah kediaman orangtua tersangka di Bekasi, yang selama kasus ini berjalan berada disana.  Namun penyidik tidak menemukan keberadaan tersangka disana. “Kami sudah meminta kepada orangtua tersangka, agar bersedia koperatif denbgan menyuruh tersangka Margareth datang ke Polsek Menteng untuk memberikan keterangan, karena setelah dua kali kita panggil, tersangka selalu mangkir,” ujar Wawan.

Menurut Wawan, pihaknya masih melakukan pendekatan persuasif agar tersangka Margareth bersedia datang ke Polsek memberikan keterangan yang kita butuhkan. “Kami ingin secepatnya menyelesaikan penanganan kasus ini, agar tidak berlarut larut. Bagaimana kasus ini bisa selesai, jika tersangka sendiri tidak mau datang memberikan keterangan kepada penyidik,” cetusnya.

Wawan yang baru beberapa bulan menjabat Katim 2 Polsek Menteng, menyebutkan pihaknya sudah berapa menghubungi tersangka baik melalui Wa maupun nomor telpon genggamnya, namun selalu kesulitan karena ponsel tersangka sering tidak aktif.

“Kami sudah minta juga kepada orangtua tersangka, agar membujuk anaknya datang ke polsek dan koperatif dengan penyidik,  seharusnya tersangka sebagai person yang pendidikannya S2 hukum, Margareth mengerti bahwa jika sudah dua kali dipanggil tapi selalu mangkir, dia faham resikonya. Jangan sampai kami menggunakan kewenangan yang kami miliki yaitu menjemput paksa tersangka dimana pun berada. Karena kewenangan penyidik  itu dilindungi undang-undang. Artinya tersangka bisa saja kami jemput paksa pas saat dia lagi meeting, makan atau bertemu orang,“ seru Wawan.

Baca Juga :  Kapolres Jembrana Bersama Forkopimda Lepasliarkan 19 Ekor Penyu Hijau di Pantai Perancak

Karena itu, Wawan memberikan waktu bagi tersangka maupun orangtua tersangka untuk koperatif dengan penyidik agar kasus ini bisa diselesaikan polisi baik secara hukum maupun dimediasi kekeluargaan. “Tapi perlu diingat juga kami penyidik punya batas kesabaran, karena kami menjalankan tugas hukum yang diamanahkan negara ,” tukasnya.

Sebagaimana diketahui yang sudah sering  beredar  di media cetak dan media online, Kasus menantu aniaya mertua ini terjadi pada Malam, 22 Oktober 2020 silam. Peristiwa ini tampaknya menjadi malam yang takkan pernah dilupakan DR Djonggi Simorangkir SH MH, bersama istrinya DR Ida Rumindang Radjagukguk SH MH. Pasalnya, di malam naas itu, sang istri menjadi korban penganiayaan.

Pelaku penganiayaan tak lain Margaretha Elfrieda Sihombing SH MKn yang notabene adalah menantu Djonggi dan Ida Rumindang. Djonggi menceritakan, pada malam itu sekitar pukul 21.00 WIB, Margaretha datang ke kediaman Djonggi dan Ida di Apartemen di Jalan Teuku Cik Ditiro, Menteng, Jakarta Pusat. Margaretha datang bersama tiga (3) temannya.

Dua perempuan mengenakan hijab  dan satu pria. Tanpa diduga, Margaretha membuat keributan di kediamannya. “Istri saya tiba-tiba didorong hingga kepalanya terbentur siku atas lemari kaca,” ungkapnya.

Dorongan Margaretha itu sangat keras. Terbukti, berdasar visum et repertum RSCM, kepala Ida Rumindang (62 tahun), sampai luka memar. Tak cukup di situ penganiayaan yang dilakukan Margaretha berlanjut. Ia menampar dahi Ida.

Kemudian, dengan kepalan tangannya dia meninju dada sebelah kiri Ida berkali-kali. Akibatnya, otot dada Ida mengalami cedera. “Istri saya sulit bernafas. setiap bernafas ia mengalami kesakitan. Mau tidur telentang, selalu menjerit sakit. Begitu juga saat berbalik badan,” tutur Djonggi merasakan penderitaan istrinya.

Djonggi menambahkan, penganiayaan yang dilakukan Margaretha itu disaksikan dirinya, keponakannya, pengasuh anak-anak, dan dua cucunya yang tak lain adalah anak Margaretha. “Saya hanya bisa berharap, cucu saya tidak mengalami trauma melihat perilaku ibunya yang menganiaya neneknya,” cetusnya.

Baca Juga :  Pantau PPKM Level 4, Gabungan Polri dan Satpol PP Lakukan Penyisiran di Kawasan Wisata 

Lebih jauh, Djonggi juga mengatakan, dirinya tidak menyangka perilaku mantunya sangat jahat. Tidak bermoral. “Ternyata jauh panggang dari api, saya sudah buat ia jadi advokat di Pengadilan Tinggi Jakarta, dikuliahkan Notariat di Unpad, dibiayai ambil Kurator diberi segala macam Fasilitas termasuk Saving Ratusan Juta Rupiah, perhiasan mahal satu set termasuk utk Cucu tetapi tidak berterimakasih justru menganiaya dan mengancam mertuanya yang sudah jadi seorang nenek (oppung) dan menjelekkan nama baiknya”.

“Saya pikir dia orang baik, karena berasal dari keluarga terhormat. Bapaknya pendeta (mantan SEKJEN HKBP) dan ibunya seorang guru. Ternyata, saya salah,” ujarnya menyesali kekeliruannya menerima tawaran berbesan dari keluarga tersangka.

Kasus ini bulan lalu, kian menyudutkan tersangka menyusul dua orang saksi tersangka sekaligus penasehat hukum Margaret berbalik arah mendukung Ida Rumindang dan Djonggi Simorangkir, karena mereka melihat tersangka sangat banyak melakukan kebohongan. Sebagai bukti permintaan maaf yang tulus kepada Ida Rumindang ini, maka pada 6 Agustus 2021, mereka secara langsung menyatakan mencabut seluruh keterangan dalam BAP yang telah diberikan kepada Polsek Metro Menteng sesuai LP 251/K/X/2020/Sektor Menteng, Jalan Sultan Syahrir No 1, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, dan LP 115/III/Yan.2.5/2021/SKPT-PMJ, Jl Jenderal Sudirman No 55, Jakarta.

“Mereka sendiri yang datang ke saya untuk minta maaf. Tanpa ada yang memaksa atau mengancam, karena dilatari rasa bersalah dan takut akan dosa. Apalagi, setelah melihat rekaman video peristiwanya secara utuh,” tutur Ida Rumindang menceritakan ketiga saksi dalam kasusnya yang telah berbuat kesalahan dengan mengatakan hal yang tidak benar atau bohong. Dalam surat pernyataan yang dibuat Nurdamewati dan Hairiya, menyataan mencabut seluruh keterangan mereka di BAP di Polda Metro Jaya dan Polsek Menteng Jakarta, karena mereka menilai tersangka Margaretha tidak jujur dalam memberikan keterangan kepada mereka.

Baca Juga :  Kasat Binmas Polres Kapuas Hulu Hadiri Pembinaan Pokdar Kamtibmas Bhayangkara

Ida Rumindang menegaskan bukti-bukti yang disampaikan tersangka Margaretha di Polda Metro Jaya, semuanya adalah kebohongan. Bukti yang disampaikan pelaku adalah hasil rekayasa. “Luar biasa kebohongannya. Dia yang melakukan penganiayaan terhadap saya, tapi dia melapor balik ke Polda Metro Jaya seolah-olah dianya yang dikeroyok. Dan ternyata itu dibuat-buat sendiri. Hal itu dilakukan tersangka dengan tujuan menekan saya agar mencabut LP di Polsek Metro Menteng,” jelasnya. Begitu juga tentang resume medis dari Primaya Hospital.

Dengan pencabutan kesaksian dalam BAB perkara penganiayaan tersebut, maka diharapkan semakin memudahkan polisi menindaklanjuti kasus tersebut. “Kebenaran kapan pun akan muncul tepat waktu. Satu tahun lebih saya sakit, kecewa, sedih, dan menangis, karena nama baik kami sudah tercemar. Waktu sudah banyak terbuang.. Pekerjaan terbengkalai. Karir anak saya Theo terkendala,” sambung Ida Rumindang seraya memohon doa kepada para alumni S2 dan S3 Unpad Bandung dan masyarakat yang mengetahui kasusnya, untuk dirinya dan suami tetap kuat dan tabah.

Ida Rumindang pun mengungkapkan, berdasar pengakuan seorang bernama Bachtiar di Kejati Jabar, anaknya Theo (suami tersangka) mau dibunuh sama orang-orang suruhan bercirikan etnis Indonesia Timur pada saat malam takbiran tahun ini. “Saya dan suami juga dapat laporan dari Satpam kompleks perumahan di Bandung, bahwa pernah mengusir orang orang suruhan tersebut karena sudah mengganggu ketenangan. Mereka berkeliaran tengah malam di sekitar rumah saya. Katanya, mereka itu mendapat bayaran 25 juta rupiah dan Theo mau mereka pindahkan ke daerah terpencil dengan dibayar 200 juta,” katanya. (Aslin P & Tim Jov)

Comment