FSB GARTEKS KSBSI Federasi Serikat Buruh Garmen Kerajinan Tekstil Kulit Dan Sentra Industri Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia

MediaSuaraMabes, Tanggerang, Banten — Kondisi luar biasa terjadi di akhir tahun 2021, dimana kenaikan upah menjadi hal yang ditunggu – tunggu, namun terbitnya Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.282-HUK/2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Propinsi Banten Tahun 2022 tertanggal 30 November 2021, menjadi momok menyakitkan dikalangan kaum buruh. Ditambah dengan steatment Gubernur Banten Wahidin Halim di media yang memberikan ruang kepada pelaku usaha untuk mencari tenaga kerja baru menggantikan buruh yang meminta revisi.

FSB GARTEKS KSBSI Tangerang Raya harus mencari solusi diluar dari keterlibatan aksi masa tentu dengan strategi yang tepat pula dalam menyikapi kondisi ini, kami sudah menginstruksikan kepada Pengurus Komisariat ditingkat perusahaan untuk mengirimkan surat Permohonan Perundingan secara bipartit dengan perusahaan untuk diberlakukakannya Struktur Skala Upah yang menjadi wajib berdasar Pada Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 8 Ayat (1), Peratutan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur Skala Upah dan tentunya dalam penyusunannya melibatkan serikat buruh FSB GARTEKS dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi untuk menjaga keterbukaan.

Kami meyakinkan dengan bekal program pendidikan yang telah dilakukan oleh DPP FSB GARTEKS dengan mitra kerja FSB GARTEKS kepada Pengurus Komisariat tingkat perusahaan tentu menjadi optimis mampu meningkatkan kesejahteraan anggota, masih banyak rencana kerja dari DPC FSB GARTEKS Tangerang Raya menyikapi kondisi ini, dimana kami juga sedang merumuskan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Hal ini merupakan dampak dari Kepala Daerah Tingkat Provinsi, Gubernur Banten
dalam hal menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota Se – Provinsi Banten Tahun 2022 masih berpedoman pada Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11  Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo. Peratutan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan Jo. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor B-M/383/H.01.00/XI/2021 tertanggal 9 Novemver 2021 tentang Penyampaian Data Perekonomian Data Perekonomian dan Ketenagakerjaan Dalam Penetapan Upah Minimum Tahun 2021.

Baca Juga :  Pangdam Tinjau Penanganan Longsor di Ruas Jalan Menuju Bandara Pattimura

Kami tentu sampai saat ini masih berkomitmen bagaimana menjaga hubungan industrial yang harmonis dengan Perusahaan, konsep sosial dialog tentu menjadi yang utama, selanjutnya kemapuan berunding, bernegosiasi yang baik dengan perusahaan juga menjadi faktor penentu peningkatan pendapatan anggotanya, dan produktifitas juga akan meningkat.

Pemerintah selayaknya mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, khususnya kaum buruh, dimana  bahan – bahan pokok setip tahunnya meningkat, biaya hidup tinggi. Belum lagi kebutuhan papan (kontrakan) juga naik setiap tahunnya dan pemerintah sampai saat ini belum mampu menekan harga pasar.

Issu relokasi, penutupan perusahaan dan mengurangan jumlah tenaga kerja menjadi issu yang seksi dikembangkan oleh pihak – pihak yang tidak menginginkan adanya kenaikan upah, namun itu hanya subjektif. Menurut kami faktanya tidak demikian, kami memahami kondisi saat ini Pemerintah sedang mengembalikan perekonomian secara nasional dampak dari Pandemi, akan tetapi tidak relevan juga jika dilihat nilai Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi secara nasional dengan kenaikan upah saat ini  tentu ini kemunduran.

Tahun 2021 masih banyak melakukan pembayaran upah dibawah upah minimum Kabupaten/Kota, salah satu indikator yang menyebabkan itu adalah, adanya pengecualian bagi perusahaan yang terkena dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19, ini juga akan menjadi tantangan baru bagaimana perusahaan yang dulunya belum membayar upah minimum harus menyesuaikan pembayaran upah uminimum Kabupaten/Kota, belum lagi perusahaan juga wajib menerapkan struktur skala upah sesuai.

Hal ini tentu bukan juga hanya menjadi tantangan Serikat Pekerja/Serikat Buruh, namun menjadi tantangan juga bagi Penerintah kedepan, dimana Tahun 2022 sudah tidak ada lagi Penangguhan Upah Minimum dan/atau pengecualian pembayaran upah dibawah upah minimum akibat Pandemi Covid-19, dimana perusahaan masih banyak yang tidak membayar upah sesuai Upah Minimum Kabuputan/Kota. Terbuka ruang dilaporkan secara Pidana karena membayar upah dibawah Upah Minimum merupakan tindak Pidana Kejahatan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 186 Jo Pasal 88E Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Baca Juga :  Silaturahmi Kapolda Sumsel ke DPRD Provinsi Sumsel

( Tri Pamungkas, Ketua DPC FSB GARTEKS KSBSI Tangerang Raya )

Comment