Dua Kali Adik Perempuanku Diculik, Disekap Digedung DPRD, Pelaku Masih Bebas Keliaran, Apa Aku Harus Berhenti Jadi Pengacara?

MediaSuaraMabes, Jakarta – Namaku Gregorius R Daeng, seorang pengacara jebolan LBH Jakarta. Asalku Kabupaten Nagekeo, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada 21 November 2014 saat membela orang-orang kecil yang dijual, aku diundang di acara ‘’Bisnis Manusia’’ Mata Najwa MetroTV mewakili Aliansi Menolak Perdagangan Orang (AMPERA).

Waktu itu aku masih di Kupang membela korban perdagangan orang. Pernah dikirimi SMS tanpa nama yang berisi: ‘’Kalau kamu masih nekat untuk bongkar kasus perdagangan orang, maka nyawamu dan nyawa keluargamu terancam. Lihat saja pembuktianya satu per satu’’. Ancaman itu bagiku risiko profesi. Termasuk saat ban motor dikempesin Orang Tak Dikenal (OTK).

Saat di kota Kupang, NTT, kemanapun pergi aku dibuntuti beberapa orang, pria-pria misterius selalu mengintai. Aku menduga mereka preman atau bandit suruhan mafia perdagangan orang yang tidak rela korbannya ku bela dan bebaskan.

Pada November 2017, bersama rekan-rekan membentuk Tim Advokasi Anti Diskriminasi Ras Dan Etnis atau TAKTIS, menggugat Perbuatan Melawan Hukum (Perkara No. 588/Pdt.G/2017/PN Jkt.Pst) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Aku waktu itu meminta Anies minta maaf di tujuh media massa nasional karena telah membawa-bawa kalimat ‘’Pribumi’’ dalam pidato pelantikan.

Sejak 2019, aku banyak membela dan mengedukasi hukum masyarakat adat di Papua tentang hak-hak mereka. Tidak kurang 8 kali tiap menunggu pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, muncul pria misterius yang tiba-tiba menginterogasi layaknya intel, ‘’Bapak mau ke Sorong ya, abis itu ke Fakfak ya’’. Seolah orang-orang itu memastikan tujuan penerbanganku. Represi dan penguntitan semacam itu seperti jadi rutinitas yang ku terima tiap kali hendak terbang ke Bumi Cenderawasih.

Saking sering diintai dan dipepet pria misterius berambut cepak, aku jadi sosok senantiasa waspada. Naik pesawat kemana pun suguhan yang diberikan padaku tak pernah ku makan dan minum. Selapar apapun perut aku coba tahan. Ini untuk jaga-jaga. Aku mencemaskan tragedi yang dialami Munir tahun 2004. Aku tidak takut mati, tapi kalau nyawa tercabut seketika perjuangan membela kaum tertindas berakhir, dan keluargaku pasti sangat sedih anak pertamanya tewas.

Kasus-kasus di atas adalah sebagian kecil contoh bagaimana sejak lama aku memihak dan membela hak-hak orang kecil. Mengurusi masalah-masalah struktural yang dialami orang pinggiran membuatku biasa hidup dengan tekanan, lebih kuat secara mental, dan pantang mundur dalam memegang prinsip.

Ya, ini kisahku, hidup di antara meneruskan idealisme atau berhenti karena keluarga diteror. Aku siap mati demi perjuangan menegakkan kebenaran, tapi bila adik cantikku yang diculik, dianiaya, disekap, disakiti, sumpah tak tega. Aku tidak siap melihat adik diculik. Bila ibu dan bapakku yang diteror dan diancam, bagaimana daya juang bisa kokoh?

Aku di Jakarta siap menghadapi risiko apapun menjalankan profesi advokat, tapi kalau nyawa keluarga di Nagekeo terancam, bagaimana bisa tenang?

Pasal 14 dan 15, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengatakan, ‘’Seorang Pengacara dalam menjalankan profesi bebas, merdeka, terjamin dari ancaman dan rasa takut’’. Tapi itu kan, hanya di atas kertas, hanya bunyi undang-undang. Di negeri ini, kata-kata manis hukum hanya ada di dokumen. Di dunia nyata orang mengalami teror, intimidasi, dan tekanan dari kekuatan yang ingin menang sendiri tanpa peduli hukum.

Pasca penculikan pertama, adikku ketakutan dan terpaksa belajar dari rumah. Usai penculikan kedua, dia benar-benar trauma dan ketakutan hingga pindah sekolah. Kini adikku yang di bawah umur belum mau berangkat ke sekolah.

Hei penculik, teroris, preman-preman, tukang ancam, dan kalian bajingan tengik hanya berani menyerang dalam gelap, kalau berani muncul dan hadapi aku secara nyata! Jangan kalian lempar batu sembunyi tangan! Tunjukkan batang hidung kalian! Jangan jadi pengecut dengan menculik remaja di bawah umur! Lawan aku, jangan jadi pecundang dengan menyakiti adikku yang tak tahu apa-apa.

Teman-teman pers, kawan-kawan wartawan, berikut ini kronologi penculikan dan penganiayaan terhadap adikku. Tolong bantu beritakan. Bersama publik dan warganet aku ingin tetap berani meneruskan advokasi masyarakat adat di Nagekeo yang mempertahankan hak atas tanahnya. Masyarakat yang terancam digusur dan dikorbankan demi Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Lambo.

……PENCULIKAN PERTAMA…..

Tanggal 25 April 2022, pukul 06:15 WITA, adik bungsuku (Inisial AGFD) diajak temannya, AT, berangkat ke sekolah dengan jalan kaki melalui pintu rumah bagian belakang. AT merupakan tetangga sebelah, juga teman satu sekolahnya adik di SMA Negeri 1 Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Sekitar pukul 06:26 WITA, bapakku (Inisial MYR) menemukan satu amplop warna putih di depan pintu rumah. Di dalamnya terdapat sepucuk surat yang berisi ancaman yang ditujukan kepada AN, anak dari ibu E yang berada di wilayah Kecamatan Nangaroro. Pengirim misterius menyertakan keterangan bernada ancaman berupa ”menuntut pembalasan dendam karena AN anak ibu E sudah mencelakai teman dari pengirim surat’’.

Baca Juga :  Mabes Polri Baru Tahu UKW dan Verifikasi Media Bukan Produk Undang Undang Pers

Untuk diketahui, secara kebetulan AN anak ibu E memiliki kemiripan muka dengan adikku.
Pukul 07:30 WITA, ibuku (Inisial TW) pergi ke tetangga sebelah rumah, Ibu IN. Ibuku bercerita tentang surat gelap yang berisi ancaman. Dan Ibu IN juga menyampaikan di rumahnya ada surat tanpa identitas pengirim yang isiinya, “kalau kamu mau cari AN, carilah di kantor Bupati “. Selain itu, dalam surat yang dikirimkan ke rumah ibu IN, juga menyebutkan “Jangan didik anak untuk sombong”.

Sekitar pukul 14:17 WITA, AT pulang sekolah. Karena tidak melihat adik pulang, ibuku tanya ke AT mengenai keberadaannya. AT mengatakan tidak tahu. Selain itu, AT menyampaikan bahwa saat tiba di sekolah pagi hari, adik dikatakan pulang kembali ke rumah untuk mengambil buku yang lupa, tidak terbawa. Setelah itu, AT tidak lagi mengetahui keberadaan adikku.

Sekitar pukul 15:00 WITA, anak ibu IN yang berinisial SA menyampaikan kepada ibuku bahwa 2 minggu sebelumnya, ada teman adikku berinial EC yang berkata kepada SA bahwa EC akan memukuli adikku dan mengancam SA agar tidak memberitahukan hal itu kepada adik atau keluargaku. Apabila SA membocorkan, dirinya pun akan dipukuli oleh EC. Karena takut, SA memilih tutup mulut.

Sebagai informasi, EC ini merupakan kakak kelasnya adik di SMA Negeri 1 Aesesa Nagekeo. Di antara siswi lainnya dia terkenal sebagai pentolan geng yang ditakuti. Dia juga masih keluarga dengan salah satu kepala dinas kabupaten. Bagian dari elit mapan yang dekat dengan kekuasaan.

Sekitar pukul 15:45 WITA, ketika orang tuaku bersama tetangga bergegas mencari adik, tiba-tiba adik sudah berada di depan warung sembako milik Ibu IN dalam kondisi terbaring tidak berdaya. Tergeletak di tanah. Ketika ditemukan, adik dalam kondisi lemas, sekitar tubuh ada luka lecet, babak belur, dan di baju seragam sekolah yang dikenakan terdapat bercak darah. Juga beberapa barang milik adik: tas, buku, dasi, hilang seluruhnya.

Sekitar pukul 16:32 WITA, keluargaku bergegas melapor kejadian Tindak Pidana Penculikan, Ancaman dengan Kekerasan, dan Penganiayaan itu kepada pihak Polres Nagekeo. Nomor Laporan Polisi (LP) : STPL/38/IV/2022/SPKT B/Res Nagekeo/POLDA NTT.
Setelah melakukan Laporan Polisi (LP), adikku oleh orang tua dan pihak Polres Nagekeo dibawa ke Puskesmas Danga untuk visum dan pemeriksaan medis.

Pukul 22:00 WITA, karena sudah siuman dan bisa diajak bicara, adikku diperbolehkan pulang oleh dokter Puskesmas Danga.

Pada 26 April 2022, adik bercerita tentang peristiwa tanggal 25 april. Pagi itu, saat kembali ke rumah untuk mengambil buku pelajaran yang tertinggal, tepatnya di jalan pulang yang jaraknya sekitar 300 meter dari sekolah, tiba-tiba dipukul dari belakang pada bagian kepala sebanyak satu kali. Akibat pukulan itu adik jatuh tersungkur ke arah samping.

Adik bercerita, sebelum jatuh pingsan sempat melihat terduga pelaku berjumlah dua orang perempuan: berambut panjang, berpakaian hitam, mengenakan helm, bermasker, dan mengendarai motor tipe matic. Setelah kejadian pemukulan, adik tidak sadarkan diri, pingsan, dan tidak lagi mengetahui keberadaan dirinya.

Adik baru sadar dari pingsan sekitar pukul 14:00 WITA. Ketika sadar, ia dalam keadaan terikat dengan tali (yang biasa digunakan Pramuka) pada bagian tangan, lutut, dan pergelangan kaki. Setelah berupaya, adik akhirnya dapat membuka ikatan tali menggunakan gigi. Setelah lepas, adik loncat melalui jendela lokasi kejadian dengan membawa serta tali yang digunakan pelaku mengikatnya.
Adik dalam keadaan setengah sadar pulang ke arah rumah kami yang berjarak 1 km.

Sebagai informasi, lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) atau tempat adik diikat kemudian teridentifikasi sebagai bangunan Gedung DPRD Nagekeo (Satu komplek dengan gedung Kantor Bupati Nagekeo).

Lokasi Tempat Kejadian Perkara (TKP) adik diculik, disekap, dan diikat notabene berada di Gedung DPRD Nagekeo yang mangkrak, fakta itu sesuai dengan isi keterangan dalam surat ancaman yang dikirimkan oleh pengirim gelap kepada ibu IN (tetangga). AN yang diancam, memiliki kemiripan muka dengan adikku, dan faktanya adikku yang dicelakai. Entah ini trik macam apa, aku tak tahu. Tugas polisi yang harusnya mengusut itu semua.

Sejak kejadian penculikan, adik mengalami trauma, merasa takut sendiri, paranoid, dan meminta agar tidak lagi sekolah di SMA Negeri 1 Aesesa-Nagekeo. Oleh kebijakan sekolah, adik untuk sementara waktu diperbolehkan belajar dari rumah.

Pertengahan Mei 2022, Ibuku pergi ke Polres Nagekeo untuk menanyakan perkembangan penanganan Laporan Polisi (LP). Polres bilang penanganan laporan sedang diproses. Tapi tidak memberitahukan kebaruan prosesnya seperti apa dan ibuku tidak diberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP).

Baca Juga :  Tolak RKUHP dan Diskusi Publik oleh Kemenkominfo RI di Manado

Pada saat yang sama, ibuku hanya diberikan surat tanda terima Laporan Polisi (LP) yang sebelumnya tidak diberikan pada saat melakukan laporan awal pada tanggal 25 April 2022.

Akhir Juni 2022, Ibuku kembali mendatangi Polres Nagekeo untuk menanyakan perkembangan penanganan kasus penculikan adik. Polisi mengaku masih mendalami kasus, tapi tidak memberitahukan tentang status penanganannya apakah sudah Penyelidikan atau Penyidikan. Untuk kedua kalinya, ibu juga tidak diberikan SP2HP.

……PENCULIKAN KEDUA……

Tanggal 12 Juni 2022, sekitar pukul 09:00–selesai (WITA), aku bersama rekan-rekan sesama Advokat yang tergabung dalam Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) dan Indonesia Police Watch (IPW) diwakili Sugeng Teguh Santoso, mengadakan klinik konsultasi hukum di rumah milik orang tuaku di RT 26, Kelurahan Danga, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo.

PPMAN dan IPW Sugeng Teguh Santoso saat itu bersama-sama membela masyarakat adat yang tergusur dengan adanya Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Lambo atau Bendungan Mbay di Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan. Proyek ini dibangun tanpa sosialisasi yang transparan atau mengancam eksistensi kebudayaan suku asli setempat.

Kegiatan klinik hukum yang kami selenggarakan bertujuan memberikan konsultasi hukum (bantuan hukum) secara gratis bagi masyarakat kurang mampu yang berada di wilayah Kabupaten Nagekeo. Ini sejalan dengan kewajiban yang dimandatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Untuk kelancaran kegiatan klinik konsultasi hukum, pada 9 Juni 2022, bapakku telah memberitahukan secara resmi kepada Ketua RT26, Markus Goleng, mengenai rencana kegiatan konsultasi hukum. Ketua RT26 pun mempersilakan karena kegiatan yang kami sangat bermanfaat bagi masyarakat.

Sehari sebelum acara mulai, tanggal 11 Juni 2022, sekitar pukul 23:20 WITA, Lurah Danga, Yohanes Lado mendatangi kediaman orang tuaku dan bertemu denganku sendiri.

Dalam kunjungannya yang terkesan otoriter itu, Lurah minta penghentian acara klinik hukum atas 2 alasan: Pertama, karena tidak koordinasi atau pemberitahuan kepada Lurah Danga terkait kegiatan klinik hukum. Kedua, kegiatan klinik hukum mengundang masyarakat adat dari wilayah Lambo (desa lain), yang sedang bersengketa dengan Pemda terkait masalah pembangunan waduk.

Kehadiran PPMAN dan IPW-nya Sugeng Teguh Santoso dalam rangka membela masyarakat adat yang bersengketa dengan pemerintah Kabupaten Nagekeo sehubungan dengan status lahan yang digunakan sebagai area pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Lambo. Pembelaan tersebut secara cuma-cuma demi mempertahankan hak orang-orang kecil.

Pada 12 Juni, sekitar pukul 13:48 WITA, saat acara konsultasi hukum baru mulai, Lurah Danga, Yohanes Lado tiba-tiba masuk lokasi dan dengan nada tinggi sambil marah-marah minta penghentian kegiatan. Selain itu, Lurah Danga juga memperingatkan penyelenggara, termasuk saya sendiri, agar sedikitpun tidak membahas masalah hukum yang ada di luar wilayah Kelurahan Danga (Penolakan Waduk Lambo).

Selain Yohanes Lado, datang juga sekelompok berpakaian preman sambil berteriak membubarkan kegiatan tersebut dengan cara provokatif dan arogan. Dan karena ulah orang-orang itu menimbulkan kegaduhan, pihak penyelenggara akhirnya tidak melanjutkan kegiatan klinik hukum karena suasana tidak kondusif. Padahal sudah banyak masyarakat yang datang dari berbagai penjuru Nagekeo ingin konsultasi tentang masalahnya. Acara kami diacak-acak.

Di tengah kegaduhan, pihak intel, Shabara, dan petugas polisi dari Polres Nagekeo datang ke lokasi kegiatan dan mengamankan kegaduhan bak pahlawan datang kesiangan. Dalam keriuhan dan kebisingan tersebut, tidak ada sama sekali kekerasan fisik, melainkan hanya suara nada tinggi dari pihak Lurah Danga dan sekelompok pemuda berpakian preman yang mencoba memprovokasi kami tapi gagal.

Merespon penyelenggaraan kegiatan klinik hukum yang tak berhasil ia gagalkan, Lurah Danga lalu melaporkanku ke kepolisian dengan tuduhan atau dugaan tindak pidana yang tidak diketahui alias tidak jelas. Dengan dasar laporan tersebut, aku sebagai pihak penyelenggara sekaligus tuan rumah diminta datang hadir di Polres Nagekeo guna diperiksa dan dimintai keterangan.

Pada 26 Agustus 2022, sekitar pukul 06:00 WITA, Bapakku menemukan surat yang ditulis tangan sebanyak 3 lembar dan ditandatangani oleh orang yang mengklaim bernama Yohanes Lado. Walaupun aku tidak yakin dia sendiri yang menulisnya.

Dalam surat tersebut berisi semacam ancaman terhadapku karena aku dianggapnya telah membuat malu Lurah Danga terkait pelaksanaan kegiatan klinik hukum tanggal 12 Juni 2022. Dalam surat tersebut juga menginformasikan apabila hendak mencari pengirim surat, lokasinya berada di bukit di belakang kantor Bupati Nagekeo.

Setelah membaca surat yang dikirim orang misterius tersebut, orang tua memberitahuku via telepon. Aku minta keluarga agar waspada dan berhati-hati selalu dalam aktivitas. Ku minta mereka agar jangan keluar jauh-jauh, terlebih saat malam hari.

Baca Juga :  Bamsoet Apresiasi Universitas Mahasaraswati Bali Dukung MPR RI Susun dan Tetapkan PPHN Melalui Amandemen Terbatas

Pada 29 Agutus 2022, sekitar pukul 04:50 WITA, Ibuku dan adik bangun karena mendengar gonggongan anjing tetangga. Saat itu listrik di rumah dalam keadaan mati, tapi di kediaman tetangga sekitar listriknya nyala. Kemudian Ibu dan adik berinisiatif melihat sumber suara anjing menggonggong melalui jendela. Namun karena gelap jadi tidak lihat apa-apa.
Saat bersamaan, Ibuku melihat jendela yang dekat dengan pintu ruang tamu sudah dalam keadaan terbuka.

Sekitar pukul 05:00 WITA, Ibu masuk kembali ke kamar untuk berdoa. Di saat bersamaan adik sebagaimana biasanya pergi ke samping rumah bagian kanan guna mengambil handuk untuk mandi.

Usai ambil handuk dan hendak menuju kamar mandi, adik tiba-tiba ditutup mulutnya dari arah belakang menggunakan tangan yang dibalut kain. Seperti dibius. Adik kemudian pingsan atau tidak sadarkan diri. Namun beberapa saat sebelum tidak sadarkan diri, adik sempat berontak dan melihat sesosok orang berbadan tinggi besar, dengan bau rokok yang tajam tercium dari mulutnya.

Sekitar pukul 05:40 WITA, karena listrik di rumah tak kunjung menyala tapi milik tetangga dalam keadaan hidup, bapak inisiatif untuk melakukan pengecekan ke meteran listrik, anehnya dalam keadaan mode mati sehingga bapak menghidupkan tuas meteran.

Sekitar 05:45 WITA setelah selesai berdoa, ibuku memanggil adik untuk menyetrika baju seragam sekolah. Namun karena dipanggil-panggil tidak ada sahutan sama sekali, ibu kemudian mencari adik di sekeliling dan ke rumah-rumah tetangga, tapi tidak ketemu. Ibuku menjadi cemas dan khawatir.

Sekitar pukul 06:26 WITA, saat sudah terang, sewaktu kembali ke rumah ibu melihat satu sandal, juga gelang milik adik yang dalam keadaan putus. Ibu juga melihat ada bekas seretan di tanah di depan rumah. Usai menyadari adik hilang atau diculik, ibu kemudian memberitahu bapak, tetangga, dan juga kepadaku via telepon.

Sekitar pukul 07:21 WITA, Ibu bersama salah seorang tetangga, Ibu ES, pergi ke Polres Nagekeo untuk memberitahukan kalau anaknya hilang. Lalu bersama personel polisi berjumlah sekitar 6 orang bergerak melakukan pencarian terhadap adik. Keluarga dan tetangga juga ikut membantu pencarian.

Lokasi pencarian awalnya dilakukan di sekitar wilayah Kelurahan Danga, selanjutnya spesifik menuju ke lokasi yang disebutkan di dalam surat gelap yang dikirimkan pada tanggal 26 Agustus 2022.

Terhitung dari pukul 08:00-10:00 WITA, proses pencarian dilakukan. Baik dari keluarga kami maupun tetangga secara bergantian mengitari bukit yang berada di belakang kantor Bupati Nagekeo, namun tidak menemukan apapun atau tidak ada jejak adik sama sekali.

Sekitar pukul 10:06 WITA, seorang anggota polisi yang ikut dalam pencarian, menemukan adikku di atas puncak bukit yang berada di belakang kantor Bupati Nagekeo. Padahal sebelumnya di lokasi itu sudah dilewati dan disisir oleh adikku nomor dua, tapi tidak menemukan apa-apa. Giliran polisi yang cari di situ langsung ketemu. Ini terasa janggal dan aneh.

Saat ditemukan, adik dalam keadaan pingsan dan tidak sadarkan diri. Di bagian kepala adik terdapat beberapa luka gores seperti bekas seretan.

Sekitar pukul 10:20 WITA, adik dibawa oleh polisi dan orang tuaku ke RSUD Aeramo untuk dirawat dan visum. Hasil visum sudah dipegang oleh pihak kepolisian.

Sekitar pukul 13:00 WITA, adik siuman namun merasa takut dan tidak mau bicara ketika diajak ngobrol. Pukul 16:00 WITA, adik diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit tapi belum bisa diajak komunikasi, masih trauma berat.

Pada 4 September 2022, pukul 14:00 WITA, ibuku pergi ke Polres Nagekeo untuk membuat Laporan Polisi (LP) secara resmi (Nomor LP : STPL/79/IX/2022/SPKT B/Res Nagekeo/POLDA NTT). Ini dilakukan karena pada 29 Agustus keluarga tidak sempat membuat Laporan Polisi (LP) dan masih fokus pencarian adik yang hilang.

Kepada ibuku, Polres Nagekeo memberitahukan akan melakukan panggilan susulan untuk pengambilan keterangan sebagai saksi pelapor.

Pada 16 September 2022, sekitar pukul 09:30 WITA, ibu datang ke Polres Nagekeo memberikan keterangan sebagai saksi pelapor. Kehadiran ibu berdasarkan surat panggilan pemeriksaan Nomor : S.Pgl/702/IX/2022/Reskrim.

Selain ibu, bapakku juga ikut dipanggil untuk memberikan keterangan di kepolisian. Namun karena ayah terkendala waktu, Polres Nagekeo menunda proses pemeriksaan dengan surat panggilan yang akan dikirim terpisah.

Sebagai tambahan informasi, terhitung sejak kejadian dua kali penculikan, adik merasa trauma dan ketakutan sehingga memilih tinggal sementara waktu di tempat paman. Adik juga belum mau pergi ke sekolah karena masih takut atau enggan berinteraksi dengan banyak orang. Adik hingga kini juga masih sering mengalami pusing kepala.

JAKARTA, 27 September 2022

Gregorius R Daeng, SH.

Comment