Dr. Syukri dan Ahmarullah Diduga Memberikan Keterangan Palsu, Terancam Hukuman 9 Tahun Penjara

MediaSuaraMabes, Banda Aceh – Sidang lanjutan pada 20 Desember 2024 di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh kembali digelar terkait dugaan korupsi Ikan Kakap & Pakan Rucah Untuk Masyarakat Korban Konflik Di Kabupaten Aceh Timur, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan sembilan saksi untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.

INTIMIDASI YANG DIUNGKAPKAN DIPERSIDANGAN

Salah satu saksi DR. Syukri Bin Muhammad Yusuf, MA yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Sekretariat BRA, menyampaikan bahwa ia dan rekan-rekan di sekretariat menjalankan tugas kerap dibawah ancaman atau intimidasi dari Suhendri yang saat itu menjabat sebagai Ketua BRA.

Dalam persidangan, DR. Syukri menjelaskan bahwa rumahnya pernah didatangi oleh Suhendri sbersama dengan Agus Supaldi (Deputi I), M. Kasim, (Deputi II), Ahmarullah (Deputi III), Muhammad (KPA) serta Mahdi (PPTK), karena merasa terancan, akhirnya ia meminta perlindungan dari pihak kepolisian. JPU turut memperlihatkan foto-foto yang mendukung kesaksian tersebut.

Kedatangan Suhendri dan rekan-rekannya bertujuan untuk meminta Dr. Syukri menandatangani dokumen NPHA (Naskah Perjanjian Hibah Aceh) beserta dokumen lainnya. Namun, Dr. Syukri menolak menandatangani dokumen tersebut sebelum dokumen tersebut dilengkapi sesuai prosedur.

Lebih lanjut, Dr. Syukri juga mengungkapkan bahwa ia pernah diancam oleh Mahdi di meunasah dekat rumahnya. Pada kesempatan lain, ia bahkan sempat ditahan di ruangannya sendiri oleh Suhendri dan tidak diizinkan keluar, yang menyebabkan suasana kerja menjadi tidak kondusif. Karena tekanan tersebut, Dr. Syukri beberapa kali mengajukan permohonan pengunduran diri kepada Penjabat Gubernur Aceh, tetapi permohonannya tidak pernah disetujui.

KEBOHONGAN DR. SYUKRI BIN MUHAMMAD YUSUF, MA

Bekerja di BRA sangat berbeda dengan SKPA yang lainnya. Hal ini baru disadari oleh Dr. Syukri, ketika setalah dia dijadikan Kepala Sekretariat BRA sesuai SK Gubernur Aceh Nomor 954/1863/2019 tanggal 19 Desember 2019 tentang Penetapan PA dan Bendahara/Pengguna Barang pada SKPD Tahun Anggaran 2020, terang Dr. Syukri.

Baca Juga :  KPUD Beltim Sosialisasikan Peraturan, Aturan Cuti Atau Undur Diri Belum Ada

Dr. Syukri menjelaskan bagaimana tata cara melaksanakan dana bantuan hibah berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 16 Tahun 2022 tentang Regulasi Tata Cara Penganggaran, Pelaksanaan, Penatausahaan, Pelaporan, Dan Pertanggungjawaban Serta Monitoring Dan Evaluasi Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari APBA. Berdasarkan aturan ini maka tanggal 15 Mei 2023, Dr. Syukri menerbitkan SK Kepala Sekretariat Badan Reintegrasi Aceh Nomor 800/080/2023 Tentang pembentukan Tim Evaluasi Usulan Hibah Dan Bantuan Sosial Dan Tim Monitoring Dan Evaluasi Atas Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial.

Susunan personalia tim terdiri dari unsur BRA yang berjumlah sembilan orang dengan penanggung jawab utama adalah Suhendri (Ketua BRA) dan unsur Sekretariat BRA yang berjumlah sepuluh orang dengan penanggung jawab kedua adalah Dr. Syukri bin Muhammad Yusuf, MA (Kepala Sekretariat BRA). Berdasarkan SK Nomor 800/080/2023, tanggung jawab atas tugas tim berada di tangan Suhendri dan Dr. Syukri.
.
Saat ditanya oleh JPU dan penasihat hukum para terdakwa mengenai siapa yang bertanggung jawab atas hasil kerja tim evaluasi dan monitoring tersebut, Dr. Syukri menjawab bahwa tanggung jawab berada di tangan Muhammad (KPA) dan Mahdi (PPTK). Namun, ketika Ketua Majelis Hakim mempertegas pertanyaan, Dr. Syukri akhirnya mengakui bahwa ia juga ikut bertanggung jawab.
.
Peraturan Gubernur Aceh Nomor 16 Tahun 2022 tidak mengatur tentang PA, KPA, serta PPTK, sehingga jawaban Dr. Syukri dianggap sebagai upaya mengalihkan tanggung jawab. Apalagi nama Mahdi tidak tercantum dalam Tim Evaluasi berdasarkan SK tersebut, dan baru pada 22 November 2023, Dr. Syukri mengeluarkan SK yang menunjuk Mahdi sebagai PPTK. Hal ini mengindikasikan bahwa Dr. Syukri mencoba membebankan tanggung jawab kepada pihak lain.
.
Mahdi membantah pernyataan Dr. Syukri, dia yang notabene sebagai ulama, tapi mau berbohong, ia menyebutkan bahwa ia hanya diajak oleh para petinggi BRA ke rumah Dr. Syukri dan tidak pernah memberikan ancaman dan yang katanya Dr. Syukri diancam oleh saya di meunasah, faktanya beliau sendiri yang meminta saya untuk kesana.

Baca Juga :  Yan C Warinussy: Revisi UU Otsus Papua Bertentangan Dengan Pasal 77

Muhammad juga membantah kesaksian Dr. Syukri, menyebutkan bahwa selama menjabat, Dr. Syukri tidak pernah memberikan perhatian atau dukungan kepada bawahannya. Muhammad menegaskan bahwa Dr. Syukri cenderung melemparkan tanggung jawab atas kesalahan yang terjadi kepada pihak lain tanpa mengayomi staf di Sekretariat BRA.

KEBOHONGAN AHMARULLAH, S. KOM

Saksi lain, yaitu Ahmarullah yang ketika itu menjabat sebagai Deputi III di BRA, memberikan keterangan yang menyimpang dari fakta yang ada.

Saat ditanya oleh JPU tentang siapa yang melakukan pengeklikan untuk memilih penyedia, Ahmarullah menjelaskan bahwa pengeklikan dilakukan oleh Mahdi dan disaksikan oleh Suhendri serta Muhammad (KPA). Ia mengklaim hanya mendampingi proses tersebut.
.
Namun, JPU mengungkapkan fakta sidang tanggal 13 Desember 2024, berdasarkan pernyataan saksi Firdaus yang merupakan staf BRA. Firdaus menyebut bahwa saat perjalanan pulang dari Tamiang menuju Aceh Timur, ia mendengar percakapan telepon antara Ahmarullah dan Roi, di mana Ahmarullah meminta tim untuk kembali ke Banda Aceh karena proposal sudah berada di kantor. Pernyataan ini dibantah oleh Ahmarullah, yang mengklaim tidak pernah menelepon Roi.
.
Zulfikar membantah klaim Ahmarullah, menyebutkan bahwa Ahmarullah adalah “otak” dari seluruh permasalahan ini. Zulfikar menuduh Ahmarullah yang melakukan pengeklikan, menyiapkan kontrak, serta dokumen lainnya.
.
Mahdi juga membantah kesaksian Ahmarullah, menyatakan bahwa ia tidak pernah melakukan pengeklikan ataupun tindakan lain yang dituduhkan. Muhammad ikut membantah, menuduh Ahmarullah telah merekayasa keadaan untuk menyelamatkan diri dengan cara licik, termasuk berpura-pura dijemput di Sigli, padahal sebenarnya ia dijemput di Indrapuri oleh Muhammad, Mahdi, dan Asnawi. Dan banyak hal lain yang dikondisikan olehnya.

Pada sidang 20 Desember 2024, Dr. Syukri, Ahmarullah beserta saksi lainnya, memberi keterangan di bawah sumpah. Artinya bahwa keterangan palsu/Kebohongan g dilakukan oleh Dr. Syukri dan Ahmarullah dapat diganjar dengan hukuman 9 tahun penjara.

Baca Juga :  Tim Komando Brigade Pengamanan Amin Aceh Dikukuhkan

Sidang ini menjadi perhatian publik, mengingat kasus korupsi yang melibatkan program bantuan untuk masyarakat korban konflik di Aceh Timur ini sangat sensitif. Kasus ini juga menyoroti pentingnya integritas pejabat dalam mengelola dana publik serta perlunya upaya lebih keras dalam memberantas korupsi di tingkat pemerintahan.  (Hanafiah)

Comment