Raja Dan Ratu Belanda Datang, Jadi Ingat Piso Gaja Dompak Raja Sisingamaraja Sudah Kembali.

MediaSuaraMabes, Humbahas — Mengenang Pahlawan Dari Tanah Batak Raja Sisingamaraja Xll, Oleh Prof. Dr. Laurence M.

Media: Bagaimana pasukan Belanda memastikan bahwa yang tertembak itu adalah Raja Sisingamaraja, mengingat sebelumnya dikisahkan bisa menghilang?

Prof Dr. Laurence M: Belanda mendatangkan sahabat Raja Sisingamaraja yang merangkap informan beliau di Balige, yaitu ompung Manullang, ayah dari Tuan M.H Manullang. Ompung ini mengidentifikasikan mayat itu melalui dua ciri khas yaitu: Melihat bekas luka beliau di bahu pada waktu perang Pulas di Balige; dan kedua adalah, setelah dibuka mulutnya dan memang lidahnya berbulu. Maka jelaslah bahwa yang gugur itu adalah Raja Sisingamaraja XII.

Media: Ngomong-ngomong, kenapa Raja dan Ratu Belanda datang ke Tanah Batak, tapi tidak mampir ke Bakkara sebagai tanah leluhur dan tempat makam Raja Sisingamangaraja XII ya pak Prof?

Prof. Dr. Laurence M: Ya memang mungkin tidak ada yang menjadwalkan Raja dan Ratu Belanda kunjungi Bakkara secara khusus. Tentu itu dapat dipahami. Karena bisa saja mengingatkan luka lama. Apalagi kalau benar peristiwa genosida pembakaran seluruh asset bangunan kerajaan SSM XII dan perampasan benda-benda pusaka warisan turun-temurun mulai dari SSM I sampai XII, ketika perang Batak. Maka itu hanya bisa diampuni dengan mengadakan Horja Bolon (Pesta derderajat tinggi) antara Pemimpin Batak dengan Raja Belanda.

Horja Bolon itu sebagai sendi dan seni Perdamaian Dunia yang merupakan prinsip Perdamaian Universal yang ditegakkan oleh UN (United Nation), dimana semua anggota UN wajib melakukan itu.

Diplomat Dewan Mangaraja Adat Batak LABB (Lokus Adat Budaya Batak) yang ahli dibidang itu, nampaknya perlu melakukan upaya diplomasi kreatif dan terukur.

Baca Juga :  Meutya Hafid: Literasi Digital Bagi Entrepreneur Muda harus Terus Ditingkatkan

Media: Bagaimana tadi kelanjutan cerita penyerangan serdadu Belanda terhadap Raja Sisingamangaraja. Apa yang Prof ketahui lagi?

Prof. Dr. Laurence M: Dua hari setelah Sisingamangaraja XII gugur, yaitu tanggal 19 Juni 1907, terjadi reaksi terhadap Belanda di Simanullang Toruan, di Sihotang, dan daerah Samosir bergolak. Namun semua yang mengadakan perlawanan ditangkap. Ompu Tuan Nabijak Manullang kemudian didenda 3000 guilders. Sihotang didenda 1000 guilders. Ompu Marhehe Malau bersama 10 anak buahnya gugur. Kemudian terjadi pemberontakan Si Hudamdam. Namun pemimpinnya berhasil ditangkap, seperti Laham Manullang dan Biding Simatupang, yang kemudian diketahui dibuang ke Digul.

Sedangkan Ompung Tanggurung Munte, dibuang ke Ombilin, Sawahlunto. Ompung Ganjang Manullang dibuang ke Gunung Sitoli. Garam Manullang dibuang ke Nusakambangan. Peter Manullang dibuang Tanah Grogot, Kalimantan. Mereka masing-masing dihukum 8 (delapan) tahun. Belanda memang marah, sebab dalam pemberontakan si Hudamdam ini, kanselir WCM Muller Siborong-borong tewas. Demang dan Asisten Demang Siborong-borong juga luka-luka. Namun sebelum Sisingamangaraja XII gugur tahun 1907, Guru Somalaing Pardede, seorang datu, Panglima Sisingamangaraja XII, dan Pemimpin aliran Parmalim, dibuang pasukan Belanda ke Kalimantan, dan meninggal disana pada tahun 1896.

Lukisan Raja Sisingamangaraja XII

Media: Wah, 3000 gulden? Kira-kira senilai berapa itu sekarang? Dan banyak yang dibuang Belanda kemana-mana ya?.

Prof. Dr. Laurence M: Ya. Ternyata pahlawan Kemerdekaan R.I itu sangat banyak dari Tanah Batak, yang gugur dan ditangkap Belanda. Itu saja yang berada di lingkungan kerajaan. Belum lagi pejuang-pejuang Batak lainnya. Bahkan sampai di denda 3.000 gulden. Itu bisa membeli mobil Hammer anti peluru, kalau di investasikan sejak perang Batak sampai sekarang.

Makanya di tanah Batak itu terukir sejarah monumental yang tidak bisa dilupakan. Bahkan pada waktu saya mampir di Belanda tahun 1976 itu tadi, saya suruh orang Belanda itu angkat koper saya dari lobby ke kamar hotel. Karena saya melihat udah agak tua, saya pikir pasti tentara pensiunan yang pernah bertugas di Indonesia. Tapi kasihan juga dan nggak tega. Saya kasih juga tip
[21.17, 16/10/2021] Handoko: Media: Raja Sisingamangaraja diketahui juga ahli strategi. Bagaimana dulu kira-kira strategi perangnya, dalam menghadapi Belanda ya?

Baca Juga :  Eratkan Tali Silaturahmi Wakil Walikota Singkawang, Gelar Pengajian Rutim Dan Ceramah Di Kediamannya

Prof. Dr. Laurence M: Sisingamangaraja-lah yang mengumumkan perang Pulas tahun 1878, dan perang pertama diadakan di Toba Balige. Alpiso, putra Ompu Bontar Siahaan, Panglima Sisingamangaraja memobilisasi 20.000 bala tentaranya dari Tangga Batu, bergabung dengan pasukan Sisingamangaraja yang lain di Balige, untuk menghadapi Belanda. Kemudian Raja Partahan Bosi dari Si Raja Deang Hutapea, Panglima SSM XII di Laguboti yang terkenal dengan hoda Bonggalanya, ikut perang pula.

Pasukan Raja Sijorat Panjaitan yang mempunyai ilmu sangat tinggi juga bergabung dengan rakyat, dan tidak tinggal diam. Semua angkat senjata menghadapi Belanda, hingga kemudian Belanda kewalahan. Dari info inteligent, para Panglima SSM XII dapat info, bahwa bala bantuan tentara Belanda lengkap dengan meriam didatangkan dari Tarutung, Tapanuli. Maka para Panglimanya menyarankan agar SSM XII menyingkir ke Bakkara dan menantikan Belanda untuk pertempuran dahsyat di Bakkara. Disitulah ditemukan kekompakan orang Batak dalam menggelar perang rakyat semesta.

Makam Raja Sisingamangaraja XII di Bakkara

Kemudian, menjelang tanggal 29 April 1878, Si Raja Deang Hutapea siap dengan tentaranya. Raja Sijorat Panjaitan dari Sitorang siap bersama para pejuang tangguh. Dari Pangaribuan dan pasukan Panglima Alpiso Siahaan dari Tangga Batu, dan pasukan setia lannya SSM XII sendiri siap untuk perang Pulas tanggal 29 April 1878 di Balige. Dan dibantu oleh pasukan perang dari uluan dan Porsea

Media: Mengenai kesaktian Piso Gaja Dompak itu, pangkal pisaunya satu tapi katanya ujung depannya bercabang dua, sehingga tidak bisa dicabut oleh siapapun selain SSM I sampai XII. Benarkah?

Prof. Dr. Laurence M: Ya, kalau menurut legenda, tatkala Piso Gaja Dompak itu bisa dicabut, maka piso itu marmehet-mehet (berdesir-desir) seperti suara kambing. Yang jelas, pisau itu hanya ada di kalangan keturunan raja.

Baca Juga :  Sambut HUT Banyuasin ke-19, MDP Gelar Kegiatan Sosial

Ceritanya, ketika SSM XII berumur 6 tahun, dia memanjat pohon dan menggantungkan kakinya di cabang pohon, tapi kepalanya kebawah. Apa yang terjadi? Seketika itu juga, semua padi di Bakkara posisinya menjadi terbalik, dimana akar padi itu keatas dan ujung daun padi menukik kebawah. Lalu masyarakat setempat menyampaikan itu kepada SSM XI. Maka SSM XI pun sadar bahwa calon penggantinya telah lahir.

Itu fakta bahwa Piso Gaja Dompak adalah tanda keselamatan Batak dari Mulajadi Nabolon, yang diserahkan kepada Raja Uti, dan selanjutnya dihadiahkan kepada SSM I sampai XII. Sebab Raja Uti itu lahir tidak mempunyai kaki dan tangan. Wajahnya juga berbeda dengan manusia biasa. Tubuh Raja Uti penuh dengan Rambut yang tidak bisa digunting dengan apapun. (Tim)

Comment