MediaSuaraMabes, Matim – “Isinya adalah segala yang berharga didalamnya, berupa keindahan alam bahari, uniknya batu berbentuk payung, hijau dan rindang hutannya, spesies Komodo & kandungan alam berupa Mangan, Minyak Bumi & Emas”.
“Tuan Rumahnya adalah seluruh masyarakat Nanga Mbaur & Masyarakat Nampar Sepang”.
Maka;
“Siapa yang berpotensi jadi Maling Jika ditilik dari quote Tan Malaka si Bapak Republik Indonesia?”
1. Tuan Rumah yang keblinger.
Data;
Dengan dalih kemajuan pariwisata 10 masyarakat dengan latar belakang; Tua Teno, Tokoh Masyarakat, Ketua Adat & Tokoh muda telah menyerahkan kawasan Watu Pajung kepada Pemda Manggarai Timur secara IKHLAS TANPA IMBALAN APAPUN.
Anehnya;
Redaksi ikhlas tanpa imbalan apapun ini menjadi omong kosong ketika mereka menuntut pengelolaan tetap melibatkan pribumi melalui BUMDes.
2. 2 Kepala Desa, 1 Camat.
Data;
1 Kades memberi keterangan dengan logika yang cukup sederhana bahwa sebagaimana tertulis didalam berita acara tersebut bahwa dia kapasitasnya hanya mengetahui penyerahan oleh 10 orang yang mengatasnamakan masyarakat Nanga Mbaur & Nampar Sepang. Sedangkan Kades yang satunya hanya berkata saya akan memberikan keterangan kalau saja Kades sebelah sudah memberi keterangan.
1 Camat hanya memberi keterangan bahwa urusan menyerahkan dan lain-lain silahkan tanyakan pada kedua kades tersebut. Padahal, dalam telusuran kami bahwa tanah di pohon asam dekat Watu Pajung yang saat ini sedang dibangun Rest Area penopang pariwisata Labuan Bajo adalah tanah milik Pak Camat. Tanah pribadi tersebut telah masuk dalam kawasan Watu Pajung yang sudah diserahkan Ke Pemda Matim 2015 lalu. Soal cerita mengapa tanah milik pribadinya tersebut sampai ke tangan Pemda, Camat bungkam tak memberi komentar apapun!
Anehnya;
Nalar masyarakat yang pro kebijakan 10 orang, 2 Kades dan 1 Camat ini tidak mampu mendeteksi lebih dalam soal ini. Padahal ini menyangkut soal hak mereka dalam sistem demokrasi yang dirampas & tanah/aset desa yang sangat menopang kebutuhan subsistensi mereka.
3. Pemda & DPRD dapil IV
Data;
Pemda dan DPRD dapil IV merasa penyerahan tanah kawasan Watu Pajung kepada Pemda TIDAK BERMASALAH secara hukum dan sistem administrasi pemerintahan. Mereka berkeyakinan, toh tanah kawasan Watu Pajung tersebut sudah memiliki sertifikat.
Anehnya;
Ketika kami meminta ruang dialog dengan Pemda & DPRD dapil IV tidak pernah diladeni. Inikah kualitas Demokrasi yang sedang kita rayakan setiap 5 tahunan?
Pemda dalam hal ini Bupati Andreas Agas merasa bahwa tetua adat sudah menyerahkan tanah tersebut ya sudah. Tidak ada lagi masalah! Bupati sepertinya gagal paham, Desa Nanga Mbaur sendiri bukanlah Desa Adat. (Syarat Desa Adat tidak ada di Nanga Mbaur, tidak tau kalau Desa Nampar Sepang) đ
DPRD dapil IV juga ikut berkomentar ketika diajak isi diskusi soal polemik Watu Pajung. Dengan mengutip pribahasa lama ia berkata; “Jangan Lagi Membuat Keruh Air Yang Jernih.”
Pribahasa ini kedengarannya bijak sekali. Tetapi dalam konteks penyerahan Watu Pajung yang sarat kerja licik & manipulasi ini pribahasa tersebut tidak cocok. Saya ingin membalasnya dengan pribahasa lain sebagai antitesis bahwa ikhtiar kami mengadvokasi Watu Pajung adalah “Menjernihkan Air Yang Keruh”.
Kami tidak ingin dibalik agenda besar pembangunan pariwisata Watu Pajung yang hanya mentok pada konsep Rest Area semata dan menjadi penopang pariwisata Labuan Bajo, kami Pribumi hanya/sedang “Membeli Kucing Didalam Karung”.
Demikianlah, Hanya Tuhan Pemberi Petunjuk Terbaik!

Redaksi Media Suara Mabes (MSM) sebagai editor Publisher Website
Comment