T. Juanda, Preman Kampung, Yang Diduga Mafia Tanah Di Jantho

MediaSuaraMabes, Aceh Besar – Perkembangan laporan Imran Mahmud SE (Camat Seulimeun era tahun 2007 – 2008) dan kawan – kawan ke Polda Aceh atas dugaan pemalsuan akte jual beli, sudah mulai terkuak.

Haji Azhar mengaku bahwa, untuk mendapatkan Akta Jual Beli No.49/VI/SLM/2008 tanggal 23 Juni 2008, dia telah mengeluarkan uang Rp.250.000.000,- dan diserahkan kepada T. Juanda anak kandung dari T. Burhanuddin. Sampai – sampai dia harus menjual emas orang tuanya, karena didesak-desak oleh Juanda untuk membayar.

Penjelasan Haji Azhar, berbanding terbalik dengan fakta hukum, bahwa pada akte jual beli No.49/VI/SLM/2008, tertulis bahwa penjualan tanah tersebut seharga Rp.25.000.000,-. Artinya bahwa, T. Juanda atas nama T. Burhanuddin (Ayah kandungnya) telah memanipulasi pajak.

Disisi lain, telah terbaca bahwa, tandatangan atas nama T. Burhanuddin berubah-ubah (tidak konsisten) artinya bahwa, tandatangan T. Burhanuddin diduga telah dipalsukan oleh T. Juanda.

Bukhari sebagai Koordinator Lembaga Investigasi Negara (LIN) Provinsi Aceh, mendesak Penyidik Polda Aceh untuk segera memanggil Istri dan anak-anak Kandung T. Burhanuddin yaitu Cut Kahtijah, T. Juanda dan T. M. Julian untuk menjelaskan status tanah yang dijual kepada Haji Azhar dan Nasrullah SH dengan meminta bukti-bukti kepemilikannya serta memperjelas tentang memanipulasi pajak dan pemalsuan tandatangan.

Bahwa investigasi LIN mendapatkan informasi, sikap Juanda yang meresahkan masyarakat Jantho, yang suka mengaku-ngaku tanah orang lain merupakan tanah orang tuanya, yang berakhir dengan menjual tanah tersebut. Seperti yang terjadi pada Haji Azhar dan Nasrullah SH.

Apabila terbukti, LIN mendesak agar T. Juanda untuk dihukum seberat-beratnya. Sekaligus untuk menghilangkan penyakit masyarakat.

Dugaan penjarahan serta pengambilan/pencurian Tanah Timbun yg dilakukan oleh Nasrullah, S.H. bersama T. Juanda bin T. Burhanuddin (alm)

Baca Juga :  Zulkifli Anwar Kumandangkan 4 Pilar Dihadapan Aris Sandi dan Warga Kurungan Nyawa

Bahwa diduga Nasrullah, S.H. telah melakukan pengerokan tanah serta menjualnya untuk kepentingan pribadi dengan memperkaya diri sendiri yg mana tanah tersebut milik T. Burhan sesuai surat keterangan tanah SKT Nomor : 3878502 tanggal 14 Juli 1981,

Bahwa dari keterangan Nasrullah dirinya membeli tanah tersebut dari T. Juanda yang merupakan anak dari T. Burhanuddin (alm) terkait segala proses pembelian tersebut Nasrulah mengatakan bahwa dirinya berhubungan langsung dengan T. Juanda,

Nasrulah mengatakan dirinya telah mempunyai surat AJB yang mana surat AJB tersebut telah dilaporkan ke Polda Aceh oleh T. Bahrumsyah yg merupakan anak dari Pemilik tanah yaitu T. Burhan, dikarenakan adanya indikasi pemalsuan dokumen serta adanya kejangalan dari Administrasi yg tidak lengkap dari pembuatan AJB tersebut.

Adapun Nasrulah, S.H. telah melakukan Penggalian secara ilegal pada tanah yg terletak di Dusun Blang Desa Lhieb Kecamatan Seulimeum Aceh Besar dengan cara mengambil serta mengangkut tanah timbun tersebut untuk diperjual belikan sehingga dapat dikenakan Pasal tentang MINERBA.

Diduga Nasrulah telah melakukan persekongkolan serta bermufakat jahat dengan T. Juanda Bin T. Burhanuddin (alm) untuk mencuri serta mengambil keuntungan pribadi diatas tanah milik orang lain.

Terhadap sdr. Nasrullah. S.H. dan sdr. T. Juanda Bin T. Burhanuddin (alm) dapat dijerat dengan pasal

Pasal 385 ayat (1) KUHP :

Dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun dihukum : barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menjual, menukar, atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak Rakyat dalam memakai tanah Pemerintah atau tanah partikulir atau sesuatu rumah, pekerjaan, tanaman atau bibit ditanah tempat orang menjalankan hak Rakyat memakai tanah itu, sedang diketahuinya bahwa orang lain yang berhak atau turut berhak atas barang itu.

Baca Juga :  Bupati Dendi sambut kedatangan Gubernur Jawa tengah Ganjar Pranowo, di Museum transmigrasi Gedung tataan.

Penambangan galian C tanpa izin resmi merupakan tindak pidana, sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

“Pada pasal 158 pada UU Nomor 3 Tahun 2020 disebutkan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin resmi bisa dipidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

Dan, pasal 161 menyebutkan, “Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral
dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.00,00 (seratus miliar rupiah).

(Hanafiah)

Comment