Greta Thurnberg Berjumpa Paus Fransiskus (disarikan oleh Budhy Munawar – Rachman : Dipublikasikan oleh Ringo ke Media Suara Mabes (MSM)

MediaSuaraMabes, Jakarta – Greta Thunberg telah menjadi ikon global dalam gerakan melawan perubahan iklim. Aktivismenya yang dimulai dari aksi mogok sekolah di depan gedung parlemen Swedia telah menarik perhatian dunia dan memobilisasi jutaan orang untuk peduli terhadap krisis iklim. Artikel ini meringkas pemikiran, aktivitas, dan dampak yang telah dihasilkan oleh Greta Thunberg, perjumpaannya dengan Paus Fransiskus.

Siapakah sebenarnya GRETA THURNBERG itu ?
Greta Thunberg lahir pada 3 Januari 2003, di Stockholm, Swedia, dari keluarga yang berkecimpung dalam dunia seni dan hiburan. Meski tumbuh dalam keluarga yang terkenal, Greta menghadapi tantangan pribadi, terutama dengan diagnosis sindrom Asperger pada usia 11 tahun. Meskipun kondisi ini sering dianggap sebagai hambatan, Greta menganggapnya sebagai “hadiah” yang memungkinkannya fokus pada isu perubahan iklim dengan cara yang berbeda. Pada usia 15 tahun, Greta memutuskan untuk memulai aksi mogok sekolah sebagai bentuk protes terhadap kurangnya tindakan serius dari pemerintah Swedia terkait perubahan iklim. Aksi ini, yang dikenal dengan “Skolstrejk för klimatet” atau Mogok Sekolah untuk Iklim, segera menarik perhatian global, dan dalam beberapa minggu, gerakan Fridays for Future pun lahir.

Pemikiran Greta Thunberg tentang perubahan iklim berakar pada konsep keadilan iklim dan tanggung jawab moral. Ia sering menekankan bahwa generasi muda akan menanggung beban terbesar dari dampak perubahan iklim, sementara generasi saat ini yang paling banyak berkontribusi terhadap krisis ini, belum mengambil tindakan yang memadai. Ini menciptakan kesenjangan antar generasi yang mendalam, di mana tanggung jawab dan akibat dari tindakan atau ketidakberdayaan saat ini jatuh pada mereka yang tidak memiliki andil dalam menciptakan masalah tersebut.

Terkait perubahan iklim yang disuarakan oleh GRETA THURNBERG,

Baca Juga :  Tolak Pembangunan Smelter di Gresik Jawa Timur, PMKRI dan PMII datangi DPRP

Perihal perubahan iklim yang disuarakan oleh GRETA THURNBERG,sebenarnya,saya Ringo yang juga jurnalis Pusat Media Suara Mabes(MSM), telah mempublikasikannya pada edisi 4 April 2024, dibawah judul : “Ensiklik Laudato Si untuk semua orang” tentang pentingnya mengatasi perubahan iklim dan melindungi lingkungan.

Cuplikannya :
Ensiklik Laudato Si, merupakan sebuah master piece Paus Fransiskus bagi keselamatan alam dan segala isinya. Penulis menyebutnya, master piece sebab, tulisan ini memberi perhatian besar kepada upaya-upaya kita merawat bumi secara universal dan peduli terhadap perubahan iklim yang terus menerus terjadi.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Gerakan Laudato Si’ atau dalam bahasa Inggrisnya Laudato Si’ Movement (LSM) adalah jaringan global lebih dari 900 organisasi Katolik dan lebih dari 10.000 pemimpin akar rumput terlatih yang dikenal sebagai Animator Laudato Si’.
Ajaran Paus Fransiskus, “Laudato Si”; Memelihara Bumi Sebagai Rumah Kita Bersama. Pada saat ini (30 November s.d. 11 Desember 2015) sedang diselenggarakan Konferensi Perubahan Iklim ke-21 yang berlangsung di Paris, Ada sekitar 150 pemimpin negara, berikut dengan 40.000 delegasi dari 195 negara, menghadiri konferensi Conference Of the Parties (COP 21), tingkat politik global.

Terinspirasi oleh ensiklik Laudato Si’ dari Paus Fransiskus, misi LSM adalah untuk “menginspirasi dan memobilisasi komunitas Katolik untuk merawat rumah kita bersama dan mencapai keadilan iklim dan ekologis”.( inilah sekilas cuplikannya).

Selanjutnya, Pemikiran Greta Thunberg tentang perubahan iklim berakar pada konsep keadilan iklim dan tanggung jawab moral. Ia sering menekankan bahwa generasi muda akan menanggung beban terbesar dari dampak perubahan iklim, sementara generasi saat ini yang paling banyak berkontribusi terhadap krisis ini, belum mengambil tindakan yang memadai. Ini menciptakan kesenjangan antar generasi yang mendalam, di mana tanggung jawab dan akibat dari tindakan atau ketidakberdayaan saat ini jatuh pada mereka yang tidak memiliki andil dalam menciptakan masalah tersebut.

Baca Juga :  Pelantikan PAC PKN Kecamatan Medan Helvetia Berjalan Sukses

Hal inilah yang membuat penulis sangat interest an dan tertarik untuk mengangkat tulisan ini sekaligus mengedukasi publik agar lahir Greta – Greta baru yang masih remaja bahkan masih duduk di bangku SMP, dalam usia 15 tahun tapi sudah mampu melakukan aksi mogok yang dikenal dengan “Skolstrejk för klimatet” atau Mogok Sekolah untuk Iklim hinga menarik perhatian global.

Salah satu momen penting dalam perjalanan aktivisme Greta Thunberg adalah perjumpaannya dengan Paus Fransiskus. Pada April 2019, Greta bertemu dengan Paus Fransiskus di Vatikan. Perjumpaan ini mempertemukan dua tokoh yang sangat peduli terhadap isu lingkungan, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda. Paus Fransiskus sendiri dikenal sebagai seorang pemimpin agama yang sangat vokal dalam isu-isu lingkungan, terutama setelah menerbitkan ensiklik Laudato Si’ pada tahun 2015, yang membahas tentang perlindungan terhadap bumi sebagai “rumah bersama”.

Dalam pertemuan tersebut, Paus Fransiskus memberikan dukungannya terhadap gerakan yang dipimpin oleh Greta. Ia memuji upayanya dalam meningkatkan kesadaran global tentang perubahan iklim dan menekankan pentingnya terus berjuang untuk lingkungan. Greta, di sisi lain, mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukungan tersebut dan memberikan hadiah simbolis berupa poster bertuliskan “Join the Climate Strike,” yang menunjukkan ajakan kepada semua orang, termasuk tokoh agama, untuk terlibat dalam perjuangan melawan perubahan iklim.

Greta Thunberg telah menjadi figur sentral dalam perjuangan global untuk mengatasi krisis iklim. Melalui aktivitasnya, ia telah memobilisasi jutaan orang untuk bertindak dan menuntut perubahan. Dampak dari gerakannya sangat signifikan, meskipun masih ada tantangan besar yang harus dihadapi.

Dari perspektif filosofis, peran Greta sangat penting dalam mengangkat isu-isu mendasar tentang keadilan, tanggung jawab moral, dan hubungan kita dengan alam. Perjumpaannya dengan Paus Fransiskus menyoroti dimensi spiritual dan etis dari perjuangannya, menegaskan bahwa krisis iklim adalah isu universal yang memerlukan tanggapan dari semua lapisan masyarakat. Tantangan ke depan adalah bagaimana menjaga momentum ini dan memastikan bahwa gerakan yang dipimpinnya dapat terus berkembang dan memberikan dampak yang nyata dalam menghadapi salah satu tantangan terbesar yang pernah dihadapi umat manusia. (Ring-o)

Baca Juga :  All New Honda CB150R Streetfire Siap Tampil Gagah di Sumatera Selatan

Comment